1. Apakah nilai informatif foto bisa tergantikan?
Foto bisa membantu pemahaman masyarakat, terlebih pada masyarakat yang sudah terbiasa dengan konten visual untuk memahami sebuah peristiwa.
Tapi benarkah foto ini tak bisa digantikan oleh teks deskriptif yang menjelaskan peristiwa? Adakah foto lain yang berbobot sama sebagai alternatif foto tadi?
2. Apa dampak foto tersebut pada keluarga pelaku?
Empati menjadi pertimbangan penting selain nilai informasinya. Apakah dampak dari foto tersebut pada keluarganya?
Pada banyak kasus, keluarga pelaku teror tidak mengetahui aktivitas radikal pelaku dan belum tentu sepakat dengan aksi kekerasan mereka.
Memori terakhir dari keluarga bisa jadi adalah foto close-up jasad tersebut yang mungkin akan selamanya ada di dunia maya.
Foto yang akan mengingatkan keluarga tersebut, termasuk yang masih belia, terhadap peristiwa yang bagi mereka mengagetkan, menyedihkan, atau membuat mereka malu.
3. Efek jera bagi teroris, efek balas dendam, atau efek glorifikasi?
Bagi kelompok yang berpaham radikal, foto semacam ini bisa bermuara pada beberapa hal. Di satu sisi, foto ini malah bisa jadi sanjungan bagi pelaku dan kelompoknya dari mereka yang berpandangan serupa.
Jerome Fenoglio, direktur Harian Le Monde di Perancis mengatakan medianya berhenti menayangkan foto teroris demi menghentikan kebencian.
“Sejak penyerangan di Nice, kami tidak akan lagi menayangkan foto dari pelaku pembunuhan, untuk menghindari potensi efek glorifikasi pascakematian.”
Foto dan juga video penembakan berkali-kali pada pelaku bisa memunculkan motif membalas dendam dan mendorong tindakan teror berikutnya.
Di sisi yang lebih mungkin tidak terjadi adalah efek jera, bahwa foto tersebut akan membuat teroris mengurungkan niatnya.
4. Bergunakah bagi masyarakat bila melihat foto tersebut?