“Orang yang tampil dalam busana seperti itu, menurut kepercayaan kami adalah Eyang Sultan Agung,” kata Sultan HB IX dalam wawancara dengan para penulis buku Tahta Untuk Rakyat - Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX yaitu Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Kustitiniyati Mochtar, dan S Maimoen (terbit pertama 1982).
Dalam waktu 24 jam tiga ekor ayam bisa ditemukan dengan cara yang misterius di tempat-tempat yang ditunjukan Sultan HB IX.
Sehari kemudian, datang dua orang menemui Sultan HB IX di kantornya, di Kepatihan. Kedua tamu itu adalah seorang pengawas kehutanan dan seorang petani.
Kedua orang itu kebetulan bertemu di Stasiun kereta api Kediri, Jawa Timur. Mereka punya tujuan yang sama, yakni Keratton Yogyakarta.
Pengawas kehutanan menyerahkan bungkusan kain putih berisi ujung tombak berwarna putih terbuat dari campuran timah dan logam. Sedang Sang Petani datang hanya ingin memperlihatkan pucuk tombak berwarna hitam berbentuk tokoh wayang, Semar.
Ketika itu, Sang Petani tiba-tiba pingsan dan tidak bisa diangkat enam orang pegawai Sultan HB IX.
Kemudian, bungkusan ujungtombak hitam yang terselip di dada petani itu diambil Sultan HB IX. Setalah itu petani yang pingsan itu bisa diangkat.
Saat itu pula terjadi aksi pemboman RRI Yogyakarta oleh Belanda. Terpaksa Sultan HB IX meninggalkan kantornya untuk melihat tempat kerjadian pemboman itu. Sekitar 20 menit ketika kembali di kantornya, Sang Petani yang pingsan itu telah siuman.
Ketika ditanya kenapa pingsan, Sang Petani bercerita, tiba-tiba ia melihat seorang berbadan besar memakai jubah hijau dan ubel-ubel merah. Orang itu memegang petani itu sampai tidak bisa bernafas. Menurut Sultan HB IX, orang yang memegang petani itu adalah Eyang Sultan Agung.
Setelah peristiwa itu, Si Petani juga menyerahkan ujung tombak hitam itu ke HB IX. Karena peristiwa ini, maka HB IX minta agar Sang Petani dan pengawas kehutanan untuk ziarah ke makam Sultan Agung di Imogiri.
Sehari sebelumnya “orang pinter” yang menyampaikan “wisik” tentang tiga ekor ayam itu juga telah diminta untuk ke makam Sultan Agung. Ketiga orang itu bertemu di makam di Imogiri.
Adapun tentang dua ekor ayam kembar bertaji kuning itu, salah satunya diserahkan ke keluarga Sultan HB IX untuk “selamatan” karena salah satu anggota keluarga itu baru meninggal
Sedangkan seekor lainnya dipotong untuk dikubur di salah satu tempat di keraton. Sementara itu seekor ayam lainnya yang berwarna hitam dipelihara di dekat tempat menyimpan pusaka keraton.
Ketika itu Sultan HB IX baru punya beberapa anak perempuan dan belum punya anak laki-laki.
“Aneh sekali, tepat pada saat anak laki-laki saya pertama lahir, ayam hitam mulus itu mati, seakan-akan jiwanya berpindah ke anak saya,” demikian kata Sultan HB IX dalam buku itu (halaman 116).
Kini belum terdengar lagi kisah-kisah tertulis tentang penampakan Sultan Agung. Yang sering terdengar adalah berita kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang diwariskan di bumi Nusantara oleh VOC.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.