Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT KPK, Edhy Prabowo, dan Temuan Barang Mewah...

Kompas.com - 27/11/2020, 15:05 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misata, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, serta seorang bernama Amiril Mukminin.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menangkap Edhy Prabowo dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11/2020) dini hari.

Baca juga: Resmi Tersangka, Berapa Harta Kekayaan Edhy Prabowo?

Edhy ditangkap bersama istri dan sejumlah staf Kementerian Kelautan dan Perikanan sepulangnya dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Total pihak yang diamankan KPK berjumlah 17 orang, termasuk sejumlah pihak lain di Jakarta dan Depok.

Dari hasil tangkap tangan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti, mulai dari jam tangan Rolex, tas Hermes hingga tas koper merek Louis Vuitton.

Sejumlah barang mewah dengan harga mencapai Rp 750 juta tersebut disebutkan merupakan barang belanjaan Edhy dan istrinya sepulang kunker dari Hawai.

Baca juga: Penangkapan Edhy Prabowo dan Polemik Ekspor Benih Lobster...

Menanggapi adanya temuan sejumlah barang mewah yang diduga dari uang suap tersebut, dosen Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Siti Zunariyah mengatakan bahwa perilaku konsumtif Edhy Prabowo dan istri dalam membeli barang-barang mewah adalah salah satu bentuk dari masyarakat post-modern atau menjadi bagian dari konsekuensi terhadap modernisasi.

"Masyarakat post-modern ditandai dengan perubahan-perubahan dalam relasi ekonomi," ujar Siti kepada Kompas.com, Kamis (26/11/2020).

Siti menjelaskan, menurut Baudrillard (seorang filsuf Perancis), dalam masyarakat post-modern, nilai tanda dan nilai simbol telah menggantikan nilai guna dan nilai tukar.

Nilai tanda dan nilai simbol dapat diartikan pula sebagi produk-produk barang mewah dengan merek tertentu yang menjadi simbol kelas sosial tertentu, simbol status sebagai kelas sosial yang lebih tinggi daripada yang lain.

"Maka, meskipun nilai tukar dan nilai gunanya sama dengan produk lain, namun karena tidak memiliki nilai simbol dan nilai tanda, maka produk itu tidak akan dia beli," katanya.

Baca juga: Louis Vuitton Masuk Daftar Barang Bukti Edhy Prabowo, Apa Itu LV?

"Saya belanja, maka saya ada"

Koper mewah merek Louis Vuitton dibawa petugas seusai ditunjukkan kepada wartawan saat penyampaian keterangan terkait kasus kasus dugaan suap perizinan budidaya lobster tahun 2020 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh tersangka yang salah satunya Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo.

Kompas/Heru Sri Kumoro
26-11-2020HERU SRI KUMORO Koper mewah merek Louis Vuitton dibawa petugas seusai ditunjukkan kepada wartawan saat penyampaian keterangan terkait kasus kasus dugaan suap perizinan budidaya lobster tahun 2020 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh tersangka yang salah satunya Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo. Kompas/Heru Sri Kumoro 26-11-2020

Selain itu, terdapat adagium khas masyarakat post-modern "saya belanja maka saya ada".

Artinya, masyarakat post-modern akan memilliki eksistensi jika mampu mengkonsumsi barang-barang mewah dengan merek tertentu, akan mendapatkan pengakuan dari kelompoknya dan masyarakat lain terhadap status yang sedang melekat padanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com