KOMPAS.com - Kasus Harun Masiku memperpanjang daftar buronan kasus korupsi yang kabur ke luar negeri.
Harun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024 yang turut menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Eks caleg PDI Perjuangan tersebut diketahui telah meninggalkan Indonesia pada Senin (6/1/2020).
Informasi tersebut berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham yang menyatakan Harun pergi ke Singapura. Hingga kini, pihak Imigrasi belum mencatat kembalinya Harun ke Indonesia.
Selain Haru, masih ada lagi buronan kasus korupsi yang kabur ke luar negeri. Berikut beberapa daftar buronan kasus korupsi yang berada di luar negeri:
Salah satu buronan yang asal Indonesia yang memilih kabur ke luar negeri adalah Eddy Tansil. Dia adalah buronan kasus penggelapan uang sebesar 430 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,3 triliun.
Uang tersebut didapatkannya dari kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group.
Eddy kabur pada 4 Mei 1996 ketika sedang menjalani masa hukuman 20 tahun penjara di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya memvonis Eddy Tansil 20 tahun dengan denda Rp 20 juta. Dia juga diharuskan membayar uang sebesar Rp 500 miliar serta membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.
Kasus Eddy terungkap saat rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Gubernur Bank Indonesia J Sudrajad Djiwandono tahun 1993.
Hingga saat ini, Eddy Tansil masih berkeliaran bebas di luar negeri. Terakhir, ia terlacak sedang berada di China.
Baca juga: Kisah Eddy Tansil, Buronan Koruptor Terlama di Indonesia
Selanjutnya, terdapat Honggo Wendratno sebagai buronan kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2015 bersama mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
Di awal penyidikan, penghitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut mencapai 139 juta dollar AS.
Akan tetapi, jumlah tersebut bertambah menjadi 2,7 miliar dollar AS di tahap akhir penyidikan.