Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami yang "Senyap" di Mentawai

Kompas.com - 25/10/2020, 10:45 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 10 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 25 Oktober 2010, terjadi sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter atau M7,7 di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Gempa ini disusul gelombang tsunami dengan ketinggian 3-7 meter yang menerjang wilayah Pulau Pagai Selatan, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. 

Ratusan orang meninggal dunia dan banyak juga yang hilang.

Baca juga: Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?

Berdasarkan catatan Harian Kompas, 3 November 2010, 427 warga di tiga pulau yang diterjang tsunami tersebut meninggal.

Kemudian, berdasarkan laporan pada 5 November 2010, sebanyak 74 korban belum ditemukan.

Baca juga: Ramai soal Riset ITB, Berikut Tanda dan Hal-hal yang Perlu Dilakukan Saat Terjadi Tsunami...

Peringatan dini 

Mengutip Harian Kompas, 27 Oktober 2010, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, episentrum gempa berada di kedalaman 10 kilometer pada jarak 78 kilometer sebelah barat daya Pulau Pagai Selatan.

Gempa ini membangkitkan tsunami yang menyapu pulau-pulau dan desa di dalamnya. 

Kejadian tsunami Mentawai pun disebut sebagai babak baru pemahaman tsunami di Indonesia.

Baca juga: Fenomena Topi Awan yang Terjadi Serentak di 4 Gunung, Ada Apa?

Pasalnya, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa peringatan dini tsunami belum dapat menjangkau keseluruhan masyarakat, terutama yang berada di pulau-pulau kecil.

Bahkan, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Oktober 2016, tsunami saat itu benar-benar terjadi justru setelah peringatan dini tsunami dihentikan.

Ada ribuan orang yang harus mengungsi akibat kejadian tersebut.

Pasalnya, menurut data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Sumatera Barat, 11 desa di Mentawai mengalami kerusakan yang parah akibat tsunami tersebut.

Baca juga: Penjelasan soal Potensi Gempa Megathrust dan Perlunya Mengakhiri Kepanikan...

Salah satunya adalah Dusun Muntei, yang habis tersapu gelombang dan hanya menyisakan fondasi-fondasi rumah.

Pulau-pulau kecil yang berada di barat Pagai Selatan pun luluh lantak oleh tsunami. Pulau Saumang Kecil, misalnya, terpenggal akibat terjangan tsunami tersebut.

Adapun vegetasi pantai, seperti kelapa berikut pasirnya, hanyut dibawa tsunami.

Baca juga: Viral Megathrust Sulawesi Sebabkan Gempa dan Tsunami Besar, Ini Penjelasannya

Sulitnya evakuasi

Berdasarkan analisis buku pemutahkhiran sumber dan peta gempa di Indonesia, bila gempa bumi bermagntudo 8,9 terjadi di segmen megathrust Nias Mentawai, kemungkinan besar akan diikuti tsunami. Gelombang tsunami bisa tiba di daratan Kepulaun Nias dalam hitungan kurang dari 7 menit.KOMPAS.com/HENDRIK YANTO HALAWA Berdasarkan analisis buku pemutahkhiran sumber dan peta gempa di Indonesia, bila gempa bumi bermagntudo 8,9 terjadi di segmen megathrust Nias Mentawai, kemungkinan besar akan diikuti tsunami. Gelombang tsunami bisa tiba di daratan Kepulaun Nias dalam hitungan kurang dari 7 menit.

Pasca-tsunami dan gempa, proses evakuasi dan penyelamatan pun menemui kendala.

Cuaca buruk menghalangi proses pengiriman tim rescue dan logistik sehingga bantuan pertama baru sampai di Mentawai 2 hari setelah bencana.

Harian Kompas, 5 November 2010 memberitakan, Koordinator Operasi SAR di Kepulauan Mentawai, Akmal mengakui, bahwa wilayah pesisir barat laut di Pagai Selatan masih sangat sulit ditembus.

Kendala terbesar adalah cuaca buruk yang dipicu Siklon Anggrek yang masih terus terjadi.

Baca juga: Mengenal Petrichor, Aroma yang Ditimbulkan Saat Hujan Turun

Dari dua kali perencanaan, tim masih gagal menembus salah satu dusun di Pagai Selatan yaitu Maonai.

Begitu pula dengan wilayah lain yang masih terisolasi dan sulit dijangkau bantuan kemanusiaan serta tim evakuasi, termasuk Dusun Gogoa, Desa Silabu, Pagai Utara. 

Semenara, pilot helikopter M-17 dari TNI Angkatan Darat, Mayor Rony N mengatakan, mayoritas daerah di pesisir barat Pagai Selatan saat itu masih sulit didarati helikopter.

Selain cuaca buruk, ketiadaan landasan helikopter menjadi pemicunya. 

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Kejadian langka

Melansir Washington Post, Sabtu (11/1/2020), ahli geofisika Valerie Sahakian mengaku memahami kenapa banyak orang yang tidak sempat menyelamatkan diri dan tidak merasakan gempa saat kejadian.

Dalam tulisannya, Sahakian menjelaskan bahwa peristiwa ini termasuk sifat gempa bumi yang aneh karena gempa bumi itu lambat tetapi menghasilkan jumlah energi yang lebih besar daripada gempa lain dengan kekuatan yang sama.

Hal itu terjadi karena gempa bumi tersebut terjadi di sedimen lunak dekat dengan dasar laut di zona subduksi.

Baca juga: Mengapa Bengkulu Sering Diguncang Gempa? Ini Jawaban BMKG

Sehingga, gempa bumi itu menciptakan lebih banyak pergerakan daripada gempa yang terjadi di hard rock.

Setelah menganalisis data dari gempa, Sahakian mengatakan, dia memikirkan kemungkinan penggunaan sumber data yang tidak terduga untuk mengidentifikasi gempa bumi tsunami.

Pengukuran suatu hari nanti bisa memungkinkan para ilmuwan untuk memperingatkan penduduk untuk berlindung atau mengungsi sebelum terlambat.

Baca juga: Menilik NYIA, Bandara Pertama yang Diklaim Tahan Gempa dan Tsunami

Catatan panjang gempa dan tsunami 

Segmen Mentawai sendiri memiliki catatan panjang terhadap gempa dan tsunami.

Pada 1797, bagian utara segmen ini juga diguncang gempa dan membangkitkan tsunami. Menurut catatan Solovie dan Go (1974), peristiwa ini membuat Kota Padang terendam dan 300 orang tewas.

Sementara, tsunami yang melewati sungai membawa kapal hingga sejauh 5,5 km ke arah darat

Kemudian pada 1833, gempa besar dan tsunami kembali terjadi di bagian tengah dan selatan segmen Mentawai.

Pengulangan dua kejadian gempa besar dan tsunami inilah yang disebut terjadi, yaitu diawali kejadian gempa Bengkulu pada 2007 dan Mentawai pada 2010.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Aceh 2004

(Sumber: Kompas.com/Abdul Muhari, Ellyvon Pranita |Editor: Wisnubrata, Gloria Setyvani Putri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com