Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami yang "Senyap" di Mentawai

KOMPAS.com - Hari ini, 10 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 25 Oktober 2010, terjadi sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter atau M7,7 di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Gempa ini disusul gelombang tsunami dengan ketinggian 3-7 meter yang menerjang wilayah Pulau Pagai Selatan, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. 

Ratusan orang meninggal dunia dan banyak juga yang hilang.

Berdasarkan catatan Harian Kompas, 3 November 2010, 427 warga di tiga pulau yang diterjang tsunami tersebut meninggal.

Kemudian, berdasarkan laporan pada 5 November 2010, sebanyak 74 korban belum ditemukan.

Peringatan dini 

Mengutip Harian Kompas, 27 Oktober 2010, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, episentrum gempa berada di kedalaman 10 kilometer pada jarak 78 kilometer sebelah barat daya Pulau Pagai Selatan.

Gempa ini membangkitkan tsunami yang menyapu pulau-pulau dan desa di dalamnya. 

Kejadian tsunami Mentawai pun disebut sebagai babak baru pemahaman tsunami di Indonesia.

Pasalnya, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa peringatan dini tsunami belum dapat menjangkau keseluruhan masyarakat, terutama yang berada di pulau-pulau kecil.

Bahkan, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Oktober 2016, tsunami saat itu benar-benar terjadi justru setelah peringatan dini tsunami dihentikan.

Ada ribuan orang yang harus mengungsi akibat kejadian tersebut.

Pasalnya, menurut data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Sumatera Barat, 11 desa di Mentawai mengalami kerusakan yang parah akibat tsunami tersebut.

Salah satunya adalah Dusun Muntei, yang habis tersapu gelombang dan hanya menyisakan fondasi-fondasi rumah.

Pulau-pulau kecil yang berada di barat Pagai Selatan pun luluh lantak oleh tsunami. Pulau Saumang Kecil, misalnya, terpenggal akibat terjangan tsunami tersebut.

Adapun vegetasi pantai, seperti kelapa berikut pasirnya, hanyut dibawa tsunami.

Pasca-tsunami dan gempa, proses evakuasi dan penyelamatan pun menemui kendala.

Cuaca buruk menghalangi proses pengiriman tim rescue dan logistik sehingga bantuan pertama baru sampai di Mentawai 2 hari setelah bencana.

Harian Kompas, 5 November 2010 memberitakan, Koordinator Operasi SAR di Kepulauan Mentawai, Akmal mengakui, bahwa wilayah pesisir barat laut di Pagai Selatan masih sangat sulit ditembus.

Kendala terbesar adalah cuaca buruk yang dipicu Siklon Anggrek yang masih terus terjadi.

Dari dua kali perencanaan, tim masih gagal menembus salah satu dusun di Pagai Selatan yaitu Maonai.

Begitu pula dengan wilayah lain yang masih terisolasi dan sulit dijangkau bantuan kemanusiaan serta tim evakuasi, termasuk Dusun Gogoa, Desa Silabu, Pagai Utara. 

Semenara, pilot helikopter M-17 dari TNI Angkatan Darat, Mayor Rony N mengatakan, mayoritas daerah di pesisir barat Pagai Selatan saat itu masih sulit didarati helikopter.

Selain cuaca buruk, ketiadaan landasan helikopter menjadi pemicunya. 

Kejadian langka

Melansir Washington Post, Sabtu (11/1/2020), ahli geofisika Valerie Sahakian mengaku memahami kenapa banyak orang yang tidak sempat menyelamatkan diri dan tidak merasakan gempa saat kejadian.

Dalam tulisannya, Sahakian menjelaskan bahwa peristiwa ini termasuk sifat gempa bumi yang aneh karena gempa bumi itu lambat tetapi menghasilkan jumlah energi yang lebih besar daripada gempa lain dengan kekuatan yang sama.

Hal itu terjadi karena gempa bumi tersebut terjadi di sedimen lunak dekat dengan dasar laut di zona subduksi.

Sehingga, gempa bumi itu menciptakan lebih banyak pergerakan daripada gempa yang terjadi di hard rock.

Setelah menganalisis data dari gempa, Sahakian mengatakan, dia memikirkan kemungkinan penggunaan sumber data yang tidak terduga untuk mengidentifikasi gempa bumi tsunami.

Pengukuran suatu hari nanti bisa memungkinkan para ilmuwan untuk memperingatkan penduduk untuk berlindung atau mengungsi sebelum terlambat.

Catatan panjang gempa dan tsunami 

Segmen Mentawai sendiri memiliki catatan panjang terhadap gempa dan tsunami.

Pada 1797, bagian utara segmen ini juga diguncang gempa dan membangkitkan tsunami. Menurut catatan Solovie dan Go (1974), peristiwa ini membuat Kota Padang terendam dan 300 orang tewas.

Sementara, tsunami yang melewati sungai membawa kapal hingga sejauh 5,5 km ke arah darat

Kemudian pada 1833, gempa besar dan tsunami kembali terjadi di bagian tengah dan selatan segmen Mentawai.

Pengulangan dua kejadian gempa besar dan tsunami inilah yang disebut terjadi, yaitu diawali kejadian gempa Bengkulu pada 2007 dan Mentawai pada 2010.

(Sumber: Kompas.com/Abdul Muhari, Ellyvon Pranita |Editor: Wisnubrata, Gloria Setyvani Putri)

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/25/104500065/hari-ini-dalam-sejarah--gempa-dan-tsunami-yang-senyap-di-mentawai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke