Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Plasma Darah Tak Beri Banyak Manfaat dalam Pengobatan Covid-19

Kompas.com - 23/10/2020, 15:02 WIB
Nur Rohmi Aida,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sebuah uji klinis di India menunjukkan pengobatan virus corona menggunakan plasma darah pasien yang telah pulih tidak banyak memberikan manfaat bagi pasien Covid-19.

Uji klinis tersebut diterbitkan di British Medical Journal (BMJ) pada Jumat (23/10/2020), sebagaimana diberitakan Reuters.

Penelitian itu menunjukkan plasma yang berisi antibodi dari pasien Covid-19 tidak menunjukkan efek signifikan dalam mengurangi tingkat kematian atau menghentikan perkembangan Covid-19 yang parah.

Temuan tersebut berasal dari studi yang dilakukan terhadap 400 pasien Covid-19 yang tengah dirawat di rumah sakit.

Selama ini, Amerika Serikat (AS) dan India telah mengesahkan plasma darah sebagai terapi pemulihan pasien Covid-19 dalam penggunaan darurat.

Baca juga: 4 RS Indonesia Mulai Uji Klinis Terapi Plasma Darah untuk Pasien Corona

Sementara di negara lain, termasuk Inggris, tengah mengumpulkan sumbangan plasma sehingga nantinya dapat diluncurkan secara luas jika terbukti efektif.

"Percobaan dapat menunjukkan efek kecil pada tingkat di mana pasien dapat terbebas dari virus, tetapi ini tidak cukup untuk meningkatkan pemulihan mereka dari penyakit," kata Simon Clarke, ahli mikrobiologi seluler di Univesity of Reading.

Secara singkat, ia menyampaikan tidak ada manfaat klinis plasma covalen bagi kesembuhan pasien.

Para peneliti India mendaftarkan 464 orang dewasa yang dikonfirmasi positif Covid-19 dan dirawat di rumah sakit di seluruh India, antara April dan Juli.

Selanjutnya, secara acak mereka dibagi menjadi dua kelompok, dengan satu kelompok menerima dua transfusi plasma selang 24 jam dan mendapatkan perawatan standar terbaik.

Sedangkan, kelompok satunya hanya kontrol dengan diberi perawatan standar terbaik.

Baca juga: BPOM AS Izinkan Penggunaan Plasma Darah untuk Pengobatan Covid-19

Usai 7 hari penggunaan plasma, beberapa gejala seperti sesak napas dan kelelahan terlihat membaik.

Selain itu hasil juga menunjukkan konservasi negatif yang menunjukan virus tengah dinetralkan antibodi juga meningkat.

Meski demikian, peneliti menyebut ini tidak berarti kematian atau perkembangan gejala menjadi penyakit parah dalam 28 hari menjadi berkurang.

“Performa yang buruk dari plasma pemulihan dalam percobaan ini mengecewakan tetapi tidak sepenuhnya mengejutkan,” kata Ian Jones, seorang profesor virologi di University of Reading.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com