KOMPAS.com – Iran menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak ke delapan di dunia.
Setidaknya sampai dengan hari ini kasus di Iran telah mencapai 80.868 kasus, dan 5.031 kematian. Sementara, sebanyak 55.987 orang di negara ini berhasil sembuh dari virus corona.
Adapun jumlah kematian baru akibat virus corona di Iran terus memperlihatkan tren penurunan. Melansir dari Al Monitor salah satu dari beberapa prosedur perawatan yang dicoba di Iran yang dinilai berhasil adalah terapi menggunakan plasma darah.
Baca juga: UPDATE Corona di Jatim: 555 Kasus Positif, 98 Pasien Sembuh, 54 Meninggal
Terapi ini disebut meningkatkan tingkat pemulihan di unit perawatan intensif sebesar 40 persen.
Terapi plasma darah didapatkan dari sumbangan plasma darah oleh mereka yang telah sembuh kepada seseorang yang tengah kritis.
“Kami memulai terapi plasma sekitar 40 hari yang lalu dan hingga saat ini, 300 orang telah menyumbangkan plasma darah mereka, dan hasilnya adalah penurunan 40 persen dalam jumlah kematian akibat virus corona,” kata Dr. Hassan Abolqasemi yang memimpin proyek terapi plasma sebagaimana dikutip dari Tehrantimes, Selasa (14/4/2020).
Baca juga: Takut Corona, Kapal Pembawa Bocah Sakit Ditolak Berlabuh oleh Warga
Menurutnya, terapi plasma telah terbukti efektif dalam pengobatan penyakit lain seperti SARS, MERS, dan ebola meskipun Hasan mengatakan, organisasi internasional belum memberikan sudut pandangnya terkait dengan ini.
“Amerika Serikat mulai mengerjakan terapi plasma tiga minggu setelah kami. Belakangan, Perancis, Jerman, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya memulai pekerjaan dan meminta kami untuk berbagi pengalaman. ” terang dia.
Sebelumnya, pada 11 April 2020, Nasser Riahi seorang Ketua Dewan Kamar Dagang Iran mengatakan bahwa pengujian Iran atas penggunaan terapi plasma pada 200 pasien telah selesai.
Baca juga: Cara Atlet Kuba Berlatih selama Pandemi Corona
Ia juga mengatakan, kemungkinan metode tersebut akan digunakan dalam skala besar untuk mengobati mereka yang terinfeksi.
"Mentalitas kami adalah injeksi plasma tidak akan membahayakan pasien dan metode ini selalu digunakan untuk meningkatkan volume darah," ujarnya sebagaimana dikutip dari IFPNews.
Ia menerangkan saat ini pihaknya tengah mengusulkan untuk melakukan penelitian lanjutan terkait apa saja efek terapi dan pasien kondisi mana yang lebih baik mendapatkan terapi apakah saat kondisi buruk, atau baru awal sakit.
Serta terkait efek untuk mengendalikan demam, sesak napas maupun gejala klinis lain.
Baca juga: UPDATE Corona Bali: 131 Kasus Positif, Penularan Transmisi Lokal Bertambah
Ia menceritakan, saat pembuatan proyek ini tiga ahli hematologi membentuk kelompok bersama puluhan peneliti, dokter umum, dokter klinis terapis, perawat ahli ilmu laboratorium dan perusahaan yang bekerja di bidang plasma.
Para peneliti tersebut kemudian melakukan kontak dengan berbagai organisasi internasional, untuk kemudian menyusun protokol penggunaan terapi plasma