Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mansuetus Alsy Hanu
Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit)

Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit). Steering committee pada sejumlah lembaga: Tropical Forest Alliance, Hight Carbon Stoke Approach dan SCAI (Sustainable Agricultur Indonesia). Menulis beberapa buku tentang kelapa sawit. Aktif dalam kerja-kerja advokasi sawit rakyat dan membangun model pengelolaan perkebunan terbaik di tingkat petani kelapa sawit.

Nasib Petani di Negeri Lumbung Sawit

Kompas.com - 14/10/2020, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA adalah negara penghasil sawit terbesar di dunia. Pada 2019, dihasilkan 47 juta ton CPO (Crude Palm Oil) dari 16,3 juta hektare lahan.

Untuk mendukung sawit, beragam kebijakan dibuat pemerintah. Antara lain, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, PP Nomor 24 tahun 2015 tentang Badan Pengelola Dana Perkebunan dan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Evaluasi Perijinan dan Peningkatan Produktivitas Sawit.

Hanya saja, berbagai peraturan yang diterbitkan nyatanya tidak menjamin perbaikan nasib petani sawit. Petani sawit masih miskin dan lemah. Padahal mereka menguasai 42 persen lahan sawit.

Peraturan-peraturan itu gagal menyelamatkan petani sawit. Bukan itu saja, pola pengelolaan perkebunan yang diharapkan mendekatkan kesejahteraan ke petani sawit, alih-alih tercapai malah semakin menempatkan petani di jurang kemelaratan.

Perkebunan sawit rakyat dikelola melalui dua model. Kemitraan antara petani selaku plasma dengan perusahaan dan model swadaya yang tidak bermitra. Petani swadaya mengelola lahan dengan dana mandiri dan dikerjakan sendiri oleh petani.

Kedua model kemitraan ini sama-sama tidak memiliki posisi tawar kuat, lemah dan miskin. Pertanyaan kemudian adalah mengapa nasib petani sawit tidak membaik di negeri lumbung sawit?

Meninjau aturan kemitraan

Pola kemitraan yang mewajibkan perusahaan sawit membangun plasma sebesar 20 persen dari luas konsesi dan berada di luar IUP (Ijin Usaha Perkebunan) dan HGU (Hak Guna Usaha) sangat merugikan masyarakat yang ingin memperoleh kebun sawit.

Perusahaan sangat diuntungkan dengan pengaturan ini sebab tidak mengurangi sedikit pun luas konsesi mereka.

Ini kemudian memaksa masyarakat menyerahkan lahan secara masif ke tangan perusahaan sebab pengusaha yang akan membangun kebun para petani untuk dijadikan kebun plasma. Padahal lahan yang diserahkan tersebut adalah tanah terakhir mereka untuk pangan.

Sementara pengaturan kewajiban perusahaan untuk membangun kemitraan dengan petani yang sudah ada (existing smallholders) juga tidak dijalankan di tingkat tapak dan merugikan 5,5 juta petani swadaya sebab akhirnya mereka menjual ke tengkulak yang bersekutu dengan perusahaan dan memperoleh harga rendah.

Awalnya, pemerintah memang membuat skema kemitraan agar masyarakat sekitar konsesi besar memperoleh kesejahteraan (trickledown effect). Namun situasinya tak seperti yang diskemakan. Nasib petani tak berubah.

Tantangan terbesar petani skala kecil adalah berhadapan dengan individual grower’s yang menguasai lahan di atas 25 hektare hingga 250 hektare. Kehadiran mereka menghalangi kemitraan para petani kecil dengan pabrik di sekitarnya.

Masalahnya mayoritas berlahan besar ini dikendalikan elite dan pebisnis lokal yang bermitra dengan korporasi.

Ilustrasi perkebunan kelapa sawitShutterstock Ilustrasi perkebunan kelapa sawit

Beberapa praktik di lapangan dalam pembangunan 20 persen seperti yang terjadi di beberapa tempat yakni di Kabupaten Sanggau, petani yang bermitra dengan perusahaan Simedarby menyerahkan 7,5 hektare lahannya supaya memperoleh 2 hektare lahan plasma.

Di Kabupaten Sekadau, masyarakat menyerahkan 6 hektare kepada PT MPE agar memperoleh 2 hektare lahan plasma.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com