Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mansuetus Alsy Hanu
Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit)

Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit). Steering committee pada sejumlah lembaga: Tropical Forest Alliance, Hight Carbon Stoke Approach dan SCAI (Sustainable Agricultur Indonesia). Menulis beberapa buku tentang kelapa sawit. Aktif dalam kerja-kerja advokasi sawit rakyat dan membangun model pengelolaan perkebunan terbaik di tingkat petani kelapa sawit.

Nasib Petani di Negeri Lumbung Sawit

Kompas.com - 14/10/2020, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kebanyakan petani sawit saat ini memperoleh kebun sangat kecil antara 0,5 hektare sampai kurang dari 2 hektare akibat penyerahan lahan di bawah kuota yang ditentukan perusahaan.

Petani sawit terpaksa melakukan barter lahan itu karena himpitan ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok.

Aturan semestinya melindungi dan memberdayakan petani. Namun perusahaan betul-betul dijaga oleh pemerintah untuk menjamin usahanya sementara masyarakat tetap miskin.

Pada 2013, melalui Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Perizinan Usaha Perkebunan mengatur agar pabrik pengolahan mendapatkan 80 persen bahan baku dari petani sawit.

Namun peraturan ini tidak berlangsung lama. Belum lagi, aturan kepemilikan saham koperasi pada perusahaan hingga 30 persen dihilangkan. Perubahan aturan ini kental dengan kepentingan para cukong.

Perusahaan harus membangun kebun plasma tiga tahun setelah memperoleh HGU. Dari sisi produksi, sawit baru akan berbuah setelah empat tahun ditanam.

Artinya, setelah perusahaan membangun kemitraan dengan masyarakat, petani akan memperoleh hasil tujuh tahun kemudian. Belum lagi kalau perusahaan membangun kebun milik mereka lebih dulu, petani akan menunggu hasil lebih lama lagi.

Meskipun pemerintah mewajibkan perusahaan membangun kebun masyarakat, realisasinya tetap saja minim.

Data Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2018 menyebutkan, luas perkebunan plasma baru sejak 2007 melalui program revitalisasi perkebunan sebesar 623.114 ribu hektare.

Jika ditotal dengan plasma sebelumnya maka berjumlah 1.294.241 hektare. Apabila, luas perkebunan perusahaan saat ini sebesar 9,66 juta hektare maka idealnya porsi 20 persen lahan milik petani seharusnya menjadi 1.932.000 hektare. Kekurangan luasan plasma ini mengindikasikan perusahaan tak konsisten membangun plasma.

Lindungi petani

Petani plasma di era 80-an melalui program PIR sedikit beruntung dibandingkan sekarang. Kala itu petani sudah dipastikan memperoleh lahan 2 hektare dan pemerintah pernah mengalokasikan 80 persen untuk petani dan 20 persen perusahaan.

Sejak 2007 pola-pola kemitraan sawit tidak lagi menguntungkan petani. Banyak konflik yang kemudian memenjarakan petani.

Ini akibat dari kebun masyarakat tidak kunjung dibangun, timbulnya tumpang tindih izin, dan pola kemitraan satu atap yang membuat petani menjadi subordinat perusahaan.

Pola ini sama dengan contract farming, di mana kebun plasma dikelola perusahaan secara penuh dan menempatkan petani seperti buruh di atas tanahnya.

Negara masih meletakkan sawit di tangan korporasi. Sampai sekarang, IUP sudah diberikan ke 2.494 perusahaan dengan total luas lahan sebanyak 20.004.299 hektare di 23 provinsi (Kementan 2019).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Puasa Ayyamul Bidh April 2024 dan Keutamaannya

Jadwal Puasa Ayyamul Bidh April 2024 dan Keutamaannya

Tren
Penelitian Mengungkap Anggapan Masyarakat Mesir Kuno tentang Galaksi Bima Sakti

Penelitian Mengungkap Anggapan Masyarakat Mesir Kuno tentang Galaksi Bima Sakti

Tren
Manfaat Kelapa Bakar, Apa Bedanya dengan Diminum Langsung?

Manfaat Kelapa Bakar, Apa Bedanya dengan Diminum Langsung?

Tren
Catat, Ini 10 Ponsel Pintar dengan Radiasi Tertinggi

Catat, Ini 10 Ponsel Pintar dengan Radiasi Tertinggi

Tren
Pedagang Taoge di Garut Disebut Jadi Tersangka Usai Membela Diri dan Lawan Preman, Ini Faktanya

Pedagang Taoge di Garut Disebut Jadi Tersangka Usai Membela Diri dan Lawan Preman, Ini Faktanya

Tren
Daftar 60 Universitas Terbaik di Indonesia Versi SIR 2024, Ada Kampusmu?

Daftar 60 Universitas Terbaik di Indonesia Versi SIR 2024, Ada Kampusmu?

Tren
Remaja Siksa Anjing hingga Mati di Jember, Polisi: Masih dalam Proses Penyelidikan

Remaja Siksa Anjing hingga Mati di Jember, Polisi: Masih dalam Proses Penyelidikan

Tren
Daftar Ikan yang Boleh Dimakan Penderita Asam Urat dan Kolesterol, Apa Saja?

Daftar Ikan yang Boleh Dimakan Penderita Asam Urat dan Kolesterol, Apa Saja?

Tren
Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Tren
Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Tren
Mengenal 'Holiday Paradox', Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Mengenal "Holiday Paradox", Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Tren
Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Tren
Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Tren
3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

Tren
4 Fakta Istri Dokter TNI Jadi Tersangka Usai Ungkap Perselingkuhan Suaminya

4 Fakta Istri Dokter TNI Jadi Tersangka Usai Ungkap Perselingkuhan Suaminya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com