Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Aksi Lima Gubernur yang Surati Presiden Pasca-penolakan UU Cipta Kerja

Kompas.com - 13/10/2020, 12:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja berujung pada aksi unjuk rasa di sejumlah daerah.

Sejumlah elemen, dari unsur buruh hingga mahasiswa turun ke jalan memprotes terkait UU Cipta Kerja tersebut.

Kericuhan pun terjadi di sejumlah daerah akibat aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Baca juga: Aksi Demo Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 9 Daerah Berlangsung Ricuh, Mana Saja?

Secara umum, pesan yang mereka sampaikan adalah ketidaksetujuan terhadap tindakan DPR yang mengetok palu UU omnibus law Cipta Kerja pada 5 Oktober silam, karena dinilai banyak merugikan kaum buruh dan pekerja.

Demonstran juga mengkritisi proses pembuatan UU yang dinilai tergesa-gesa dan tidak transparan.

Pesan-pesan itu mereka orasikan, dan sebagian di antaranya mendapat tanggapan langsung dari pemimpin tertinggi di daerah masing-masing.

Baca juga: Ricuh Demonstrasi Tolak Omnibus Law, Bolehkah Polisi Pakai Kekerasan?

Tidak sekadar menanggapi, bahkan sejumlah gubernur diketahui meneruskan aspirasi massa aksi kepada Presiden melalui surat resmi.

Mengutip Kompas.com (11/10/2020) langkah ini dilakukan oleh lima orang gubernur, yakni Gubernur Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat.

Pengamat politik Indonesia, Ray Rangkuti menyebut sah-sah saja semua orang termasuk seorang gubernur menyampaikan kritik atas kebijakan yang diambil di legislatif.

"Semua, tanpa kecuali, memiliki hak itu. Menyuarakan keberatan, ketidaksetujuan atas perubahan suatu UU itu bukan lah kesalahan. Yang jadi masalah bahkan bisa jadi kesalahan, jika suatu UU yang sudah ditetapkan tetapi ditolak atau tidak dilaksanakan," kata Ray kepada Kompas.com, Selasa (13/10/2020) pagi.

Baca juga: Omnibus Law Sudah Diterapkan di Luar Negeri, Bagaimana Efektivitasnya?

Berhak untuk mendesak

Mahasiswa peremouan berganti-gantian berorasi di depan videotron kantor gubernur Jambi, pada Senin (12/10/2020).KOMPAS.COM/JAKA HB Mahasiswa peremouan berganti-gantian berorasi di depan videotron kantor gubernur Jambi, pada Senin (12/10/2020).

Ray juga mengatakan semua pihak berhak untuk mendesak dilakukannya revisi atau peninjauan ulang terhadap sebuah Undang-Undang.

"Bukan kewenangan, tapi hak. Tapi kalau (sebuah kebijakan) sudah diputuskan secara legal politik, kewajiban mereka (presiden, gubernur, dan semua pihak) untuk melaksanakan aturan itu," lanjut pendiri Lingkar Madani ini.

Baca juga: Simak, Ini Tata Cara dan Syarat Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

Saat ini, UU Cipta Kerja memang sudah disetujui dalam kesempatan Rapat Paripurna pekan lalu oleh DPR dan perwakilan pemerintah. Namun, UU tersebut belum disahkan atau diundangkan.

Selama rentang waktu antara persetujuan dan pengundangan ini, Ray menyebut siapa pun masih memiliki hak untuk menyatakan keberatannya hingga batas waktu pemberlakuan UU tiba.

Sementara melihat langkah yang dilakukan oleh sejumlah gubernur yang menyurati Presiden Jokowi terkait aspirasi masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja, Ray memandang hal ini dilakukan bisa atas dasar dua hal.

Baca juga: 7 Tuntutan Buruh Terkait RUU Cipta Kerja

Komunikasi mandeg antara pusat dan daerah

Aliansi mahasiswa Jambi yang menolak omnibus law membawa keranda dan bendera kuning sebagai simbol matinya DPR, pada Senin (12/10/2020).KOMPAS.COM/JAKA HB Aliansi mahasiswa Jambi yang menolak omnibus law membawa keranda dan bendera kuning sebagai simbol matinya DPR, pada Senin (12/10/2020).

Alasan pertama yang disampaikan oleh Ray mengapa gubernur sampai melakukann hal ini bisa jadi karena adanya komunikasi yang mandeg antara pusat dan daerah.

"Tak terkecuali gubernur, mungkin beberapa bupati atau wali kota juga memiliki keberatan yang sama. Pokok soalnya adalah adanya kewenangan tambahan di gubernur tetapi saat yang sama menarik kewenangan bupati/wali kota," jelas Ray.

Pengurangan sejumlah kewenangan pemerintah daerah dan sentralisasi pengambilan keputusan di tangan pemerintah pusat sebagaimana terdapat dalam dalam UU Cipta kerja, semestinya melibatkan partisipasi pemerintahan-pemerintahan daerah untuk masukan.

"Tetapi, seperti kita ketahui, hal itu tidak pernah terjadi. Nama Anies Baswedan memang dimasukan sebagai tim perumus, tetapi sebagaimana pengakuannya, beliau tidak pernah diundang dalam berbagai rapat," kata Ray.

Namun untuk hal ini, Ray menyebut masih perlu diperjelas, apakah benar Anies tidak diundang atau yang bersangkutan yang tidak sempat hadir.

Baca juga: Berikut Aturan, Sanksi hingga Denda Terkait Penerapan PSBB Transisi Jilid 2 di Jakarta

Desakan arus bawah dan citra politik

Hal kedua yang mungkin melatarbelakangi tindakan lima gubernur ini adalah adanya desakan dari bawah yang harus mereka tindak lanjuti.

"Desakan dari arus bawah yang jika tidak mereka advokasi akan merugikan secara politik, karena bisa dianggap gubernur yang bersangkutan tidak memiliki sensitivitas pada tuntutan warganya," sebutnya.

Jika tidak ada langkah signifikan yang diambil oleh pemerinah daerah terkait tuntutan yang disampaikan, tidak hanya dalam satu hari, namun berhari-hari oleh para demonstran, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung.

"Hal ini, ke depannya tentu juga akan memberatkan mereka (karier politik para gubernur)," sebut Ray.

Baca juga: Mengintip Spesifikasi Mobil Water Cannon Polisi yang Digunakan untuk Mengamankan Demo UU Cipta Kerja

Satu hal lain, posisi gubernur digambarkan ada di antara dua arah yang berbeda.

Di satu sisi, gubernur adalah wakil pemerintah pusat yang ada di daerah. Tapi di sisi yang lain, gubernur adalah jabatan yang datang dari proses demokrasi, suara rakyat, sehingga mereka memiliki tanggung jawab moril untuk ikut bersuara.

"Hal itulah salah satu sebab mengapa mereka ikut juga bersuara. Sekali pun, mungkin, belum tentu mereka tidak setuju dengan isi UU Cipta Kerjanya," pungkas Ray.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Omnibus Law dan Seluk Beluknya...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com