KOMPAS.com - Pengesahan UU Cipta Kerja ramai-ramai ditolak oleh berbagai elemen masyarakat sipil.
Massa pekerja/ buruh di berbagai daerah, misalnya, menggelar aksi unjuk rasa diikuti mogok kerja pada 6 hingga 8 Oktober. Aksi itu juga diikuti mahasiswa.
Mereka menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang isinya dianggap merugikan masyarakat. Proses pembentukannya pun dinilai minim pelibatan publik.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Omnibus Law dan Seluk Beluknya...
Elemen buruh tengah mempertimbangkan akan melakukan judicial review atau uji materi terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menuturkan, pertimbangan uji materi tersebut merupakan salah satu langkah litigasi dalam melanjutkan perlawanan menolak UU Cipta Kerja.
Adapun pertimbangan judicial review tersebut berangkat dari adanya deretan pasal-pasal yang mengurangi hak pekerja.
Baca juga: Disorot karena Sahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Apa Tugas dan Wewenang DPR?
Lantas, seperti apa tata cara dan syarat judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi?
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riwanto menyatakan, bagi para pihak yang keberatan atas terbitnya UU Cipta Kerja ini bisa melakukan uji materi atau judicial review ke MK.
Hal itu, kata Riwanto, juga sudah diatur dalam Pasal 24 C UUD 1945.
"Kan sudah diatur dalam Pasal 24 huruf C UUD 1945 itu mengatur mengenai MK, salah satunya melakukan uji materi terhadap UU yang bertentangan dengan UUD 1945," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/10/2020).
Baca juga: Website Diretas Menjadi Dewan Penghianat Rakyat, Ini Penjelasan Sekjen DPR
Menurutnya pihak yang merasa dirugikan bisa menguji dan menafsirkan apakah UU ini bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan norma-norma di dalam UUD 1945.
Dalam hal ini, pertama harus melihat dahulu aspek-aspek kerugian konstitusional yang diderita oleh para pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya UU ini.
"Kerugian konstitusional itu bisa menyangkut sesuatu yang bersifat langsung, artinya, kalau ada pasal atau ayat di dalam UU itu secara langsung hak seseorang dirugikan," jelas Agus.
"Kedua, kerugian potensial. Artinya kerugian itu belum nyata, tetapi kalau nanti UU itu diundangkan, ada masyarakat yang dirugikan," imbuhnya.
Baca juga: Omnibus Law UU Cipta Kerja Jadi Sorotan Media Asing, Bagaimana Pemberitaannya?
Agus menambahkan, uji materi ke MK memiliki dua prinsip.