Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Kekebalan Tubuh, Gejala Parah Covid-19, dan Mutasi Virus Corona...

Kompas.com - 08/10/2020, 12:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Orang yang terinfeksi virus corona bisa mengalami gejala ringan hingga berat.

Dua studi baru menunjukkan bahwa beberapa kasus yang mengancam jiwa dapat ditelusuri ke titik lemah dalam sistem kekebalan pasien.

Dilansir Science Daily, Sabtu (24/9/2020) dua studi baru menawarkan penjelasan mengapa kasus Covid-19 bisa sangat bervariasi, yaitu pada beberapa orang gejalanya parah, sementara itu ada juga yang tidak merasakan apa-apa.

Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?

Sebagian pasien mengalami mutasi pada gen imunitas utama, sedangkan pasien lain memiliki antibodi otomatis yang menargetkan komponen sistem kekebalan yang sama.

Kedua keadaan tersebut dapat berkontribusi pada bentuk penyakit yang parah.

Setidaknya 3,5 persen pasien penelitian yang bergejala parah memiliki mutasi pada gen yang terlibat dalam pertahanan antivirus.

Baca juga: Mutasi Virus SARS-CoV-2 Ada di Indonesia, 3 di Antaranya di DIY-Jateng

Sistem kekebalan

Selain itu, setidaknya 10 persen pasien dengan gejala parah menciptakan antibodi otomatis yang menyerang sistem kekebalan. Padahal sejatinya sistem kekebalan yang melawan virus.

"Hasilnya, dua makalah yang diterbitkan di jurnal Science Daily pada 24 September 2020 mengidentifikasi beberapa akar penyebab Covid-19 yang mengancam jiwa," kata pemimpin studi Jean-Laurent Casanova, Investigator Institut Medis Howard Hughes di The Rockefeller University.

Baca juga: Benarkah Bali Miliki Kekebalan Misterius terhadap Virus Corona? Ini Penjelasan Ahli

Dia melanjutkan, peneliti mengamati antibodi berbahaya itu ditemukan begitu banyak pada pasien.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa jika seseorang dites positif Covid-19, mereka harus benar-benar dites terkait auto-antibodinya juga.

Menurut mereka mengeluarkan antibodi semacam itu dari darah ada kemungkinan dapat meredakan gejala penyakit.

Baca juga: Peringatan WHO, Infeksi Covid-19 untuk Kedua Kalinya dan Sistem Kekebalan Tubuh...

Upaya global

Ilustrasi vaksin.SHUTTERSTOCK Ilustrasi vaksin.

Penelitian dilakukan oleh tim yang dipimpin Cassanova.

Mereka berasal dari Institut Medis Howard Hughes. Mereka bekerja sama dengan dokter di seluruh dunia.

Mereka pertama kali mendaftarkan pasien Covid-19 dalam penelitian mereka pada Februari.

Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?

Pada saat itu, mereka mencari anak muda dengan penyakit Covid-19 yang parah untuk menyelidiki apakah pasien ini mungkin memiliki kelemahan mendasar dalam sistem kekebalan mereka yang membuat mereka sangat rentan terhadap virus.

Penelitian mereka dilakukan dengan memindai genom pasien, khususnya satu set gen yang terlibat dalam kekebalan interferon terhadap influenza.

Pada orang sehat, molekul interferon berperan sebagai sistem keamanan tubuh.

Baca juga: Malaysia Laporkan Lonjakan Kasus Covid-19, Dipicu oleh Pemilu Sabah

Mutasi genetik

Mereka mendeteksi virus dan bakteri yang menyerang dan membunyikan alarm, yang membawa pembela kekebalan lainnya ke tempat kejadian.

Tim Casanova sebelumnya telah menemukan mutasi genetik yang menghambat produksi dan fungsi interferon.

Orang dengan mutasi ini lebih rentan terhadap patogen tertentu, termasuk yang menyebabkan influenza.

Baca juga: Strain Virus Corona Disebut Mengalami Mutasi di Indonesia

Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19Shutterstock Ilustrasi vaksin virus corona, vaksin Covid-19

Saat menemukan mutasi serupa pada pasien Covid-19, tim berpikir, dapat membantu dokter mengidentifikasi pasien yang berisiko mengembangkan bentuk penyakit yang parah. Itu juga bisa menunjukkan arah baru untuk pengobatan.

Kemudian pada Maret, tim Casanova merekrut 500 pasien dengan Covid-19 parah di seluruh dunia dalam penelitian mereka.

Pada Agustus, mereka memiliki lebih dari 1.500 orang dan sekarang mereka memiliki lebih dari 3.000.

Baca juga: Saat Anak Bosan Belajar di Rumah, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

Saat para peneliti mulai menganalisis sampel pasien, mereka mulai mengungkap mutasi berbahaya pada orangtua dan muda.

Tim peneliti menemukan bahwa 23 dari 659 pasien yang diteliti membawa kesalahan pada gen yang terlibat dalam memproduksi interferon antivirus.

Menurut dugaan para peneliti, tanpa pelengkap penuh dari pembela antivirus ini, pasien Covid-19 tidak akan dapat menangkis virus. Pikiran itu memicu ide baru.

Baca juga: 130 Dokter Meninggal akibat Covid-19, Dokter Umum Paling Banyak

Kemungkinan pasien lain dengan Covid-19 parah juga kekurangan interferon, tetapi karena alasan yang berbeda.

Mungkin beberapa tubuh pasien merusak molekul ini sendiri. Seperti pada gangguan autoimun seperti diabetes tipe 1 dan rheumatoid arthritis, beberapa pasien mungkin membuat antibodi yang menargetkan tubuh.

"Itu adalah momen eureka bagi kami," kata Casanova.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Disebutkan Akan Tersedia pada Akhir Tahun Ini, Benarkah?

Analisis tim terhadap 987 pasien dengan Covid-19 yang mengancam jiwa mengungkapkan hal itu.

Sedikitnya 101 pasien memiliki auto-antibodi terhadap bermacam-macam protein interferon.

"Kami berkata, 'bingo'!" ujar Casanova.

Antibodi ini memblokir tindakan interferon dan tidak ada pada pasien dengan kasus Covid-19 ringan, menurut temuan peneliti.

Baca juga: Soal Subsidi Listrik Gratis, Akankah Diperpanjang hingga 2021?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Daftar Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com