KOMPAS.com - Kehilangan kemampuan indera penciuman adalah salah satu efek samping yang dilaporkan pasien Covid-19.
Pada awal masa pandemi, sulit untuk mengetahui seberapa akurat tersebut, karena efek samping tersebut juga diderita penderita flu biasa dan orang yang sedang sakit kepala.
Namun, peneliti Eropa menemukan bahwa ada perbedaan antara kehilangan indera penciuman pada pasien yang terinfeksi virus corona, dengan seseorang yang mengidap flu atau pilek parah.
Dilansir BBC, mereka menemukan bahwa pada pasien virus corona, kehilangan indera penciuman cenderung terjadi secara tiba-tiba dan parah.
Selain itu, hidung mereka juga biasanya tidak tersumbat, atau berair. Kebanyakan pasien yang terinfeksi virus corona masih bisa bernapas dengan lega.
Baca juga: Jumlah Berkurang, Berikut Daftar Zona Hijau Corona di Indonesia
Peneliti utama Prof Carl Philpott, dari University of East Anglia, melakukan tes penciuman dan rasa pada 30 relawan: 10 dengan Covid-19, 10 dengan pilek parah, dan 10 orang sehat tanpa gejala pilek atau flu.
Kehilangan penciuman pada pasien Covid-19 lebih parah. Mereka kurang bisa mengenali bau, dan mereka sama sekali tidak bisa membedakan rasa pahit atau manis.
"Tampaknya ada pembeda yang membedakan virus corona dari virus pernapasan lainnya," kata Philpott yang bekerja dengan badan amal Fifth Sense, yang didirikan untuk membantu orang-orang dengan gangguan penciuman dan rasa.
"Ini sangat menarik karena itu berarti tes bau dan rasa dapat digunakan untuk membedakan antara pasien Covid-19, dengan pilek atau flu biasa," imbuhnya.
Philpott mengatakan orang bisa melakukan tes bau dan rasa sendiri di rumah menggunakan produk seperti kopi, bawang putih, jeruk atau lemon, dan gula.
Meski demikian, dia menekankan tes swab PCR (Polymerase Chain Reaction) masih wajib dilakukan jika seseorang merasa mungkin terinfeksi virus corona.
"Indra penciuman dan rasa kembali dalam beberapa minggu pada kebanyakan orang yang pulih dari virus corona," ujar Prof. Philpott.
Prof Andrew Lane, pakar hidung dan sinus di Universitas Johns Hopkins, bersama timnya telah mempelajari sampel jaringan dari bagian belakang hidung untuk memahami bagaimana virus corona dapat menyebabkan hilangnya penciuman.
Hasil penelitian itu telah diterbitkan di European Respiratory Journal.
Mereka mengidentifikasi tingkat enzim sangat tinggi, yang hanya ada di area hidung yang bertanggung jawab untuk penciuman.