Dalam perjalanan membesarkan Intisari dan Kompas, Jakob Oetama dan PK Ojong berbagi tugas. Jakob mengurusi editorial, sedangkan Ojong melakoni posisi bisnis.
Setelah 15 tahun kebersamaannya dengan Ojong membangun Kompas, Ojong meninggal mendadak dalam tidurnya pada 1980.
Kepergian Ojong meninggalkan beban berat. Beban itu tiba-tiba terpikul di pundak Jakob.
Sebab, selama ini, ia hanya mengurusi bagian redaksional, tetapi saat itu mau tidak mau ia harus mengurusi aspek bisnis.
Ia mengisahkan bahwa ketika menjalankan bisnis sendirian, ia mengakui tidak memiliki pengetahuan soal manajemen bisnis, tetapi karena ia merasa ada modal untuk mencoba membesarkan Kompas Gramedia.
Hingga lebih dari setengah abad kemudian, Kompas Gramedia berkembang menjadi multi-industri, Jakob tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang jurnalis.
Baginya, "Wartawan adalah profesi, tetapi pengusaha karena keberuntungan".
Baca juga: Mengenang 11 Tahun Meninggalnya Mbah Surip Tak Gendong
Diberitakan Kompas.com (27/9/2018), pada era teknologi saat ini, informasi terus mengalir bak air bah.
Baca juga: Naskah Lengkap Pidato Jakob Oetama tentang Jurnalisme Makna
Ketika informasi melimpah ruah, kebenaran justru menjadi sesuatu yang semakin tidak pasti. Alhasil, informasi malah menjadi sumber kecemasan baru.
Dengan situasi ini, Jakob berpesan bahwa seorang wartawan seyogianya tidak hanya memberitakan sebuah peristiwa, tetapi masuk lebih jauh menggali apa makna dari peristiwa itu.
"Informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan. Lubernya informasi tidak lain berarti bahwa ada jenis informasi yang bukan saja tidak sempat diolah, akan tetapi juga sama sekali tidak mungkin dipakai," kenang Jakob.
Baca juga: Mengenang Perjalanan Hidup Pramoedya Ananta Toer...
"Seorang wartawan harus mampu mengambil jarak atas peristiwa yang ditulisnya dan menarik sebuah refleksi atas peristiwa tersebut. Dengan begitu, pembaca mendapatkan enlightment atau pencerahan," lanjut Jakob.
Oleh karena itu, tugas media adalah mencari dan menghadirkan makna dari peristiwa dan masalah, entah masalah besar atau kecil.
Adapun pencarian makna itu berpedoman pada politics of values, yakni tentang apa yang baik dan tidak baik, penting dan tidak penting, bukan politics of power, politik kekuasaan atas dasar kepentingan kelompok atau segelintir orang.