Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Ingatkan Bahaya Pengembangan Vaksin Covid-19 yang Tak Taat Metode Ilmiah

Kompas.com - 18/08/2020, 13:29 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Upaya pengembangan vaksin atau obat untuk virus corona terus dilakukan oleh berbagai pihak di seluruh dunia demi mengatasi pandemi.

Tidak hanya dari luar negeri, para ahli di dalam negeri pun turut melakukan upaya mewujudkan vaksin yang saat ini dinantikan masyarakat dunia.

Salah satunya pengembangan obat Covid-19 yang dilakukan oleh Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Meski diklaim ampuh untuk penderita Covid-19 dan siap diproduksi massal apabila izin dari Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) turun, namun obat yang berasal dari campuran sejumlah obat ini masih menuai kritik.

Salah satunya terkait transparansi dan metodologi yang dilakukan, dinilai belum memenuhi kaidah ilmiah. Hal ini disampaikan pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman.

"Saat ini tercatat sudah ada 14 uji klinis terkait Covid yang dilakukan di Indonesia, termasuk salah satunya uji vaksin di Biofarma dan Unpad. Namun Unair belum masuk dalam list ini," kata Dicky, Selasa (18/8/2020).

Baca juga: China Berikan Hak Paten Terhadap Vaksin Virus Corona Buatan CanSino

Padahal, menurutnya sebuah obat baru yang tidak dikembangkan dengan mengikuti aturan dan tahapan yang berlaku sangat berbahaya.

Dicky mencontohkan pengalamannya pada proses riset Tamiflu, sekitar tahun 2009.

"Risetnya tidak transparan tapi tetap dipaksakan jadi obat, karena beragam faktor. Baru pada 2013 dan 2014 kemudian ditemukan banyak efek samping yang fatal, yaitu kematian pada anak dan juga gangguan mental dan neurologis," ujarnya.

Dia mengatakan ada dampak kerugian dan bahaya besar dari pengembangan obat tanpa mengindahkan kaidah yang berlaku.

Oleh karena itu, Dicky berharap obat yang dikembangkan Unair prosesnya mengikuti etika ilmiah yang berlaku.

"Itu sebabnya saya sangat mendorong agar hasil uji klinis obat yang diprakarsai Unair ini dapat diangkat ke dunia ilmiah dan juga dicatatkan dalam clinical trial dunia," sebut Dicky.

Dia menegaskan, ini bukan untuk menjegal temuan yang datang dari anak bangsa.

Baca juga: Epidemiolog Ragukan Klaim Obat Covid-19 dari Unair, TNI-AD dan BIN

Menurutnya, saran tersebut sebagai bentuk dukungan dan apresiasi agar produk temuan yang dianggap efektif dapat benar-benar diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.

"Adanya upaya riset obat atau vaksin berbasis kemampuan nasional tentu harus didukung dan diapresiasi. Namun tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap kaidah ilmiah dan etika riset itu sendiri," papar Dicky.

Ia mengingatkan setiap lembaga yang melakukan pengembangan obat atau vaksin harus patuh terhadap kaidah riset ilmiah dan hasilnya harus dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah.

"Ini merupakan hal yang tidak bisa diremehkan dan dikesampingkan," pungaksnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com