Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Epidemiolog Ingatkan Bahaya Pengembangan Vaksin Covid-19 yang Tak Taat Metode Ilmiah

KOMPAS.com - Upaya pengembangan vaksin atau obat untuk virus corona terus dilakukan oleh berbagai pihak di seluruh dunia demi mengatasi pandemi.

Tidak hanya dari luar negeri, para ahli di dalam negeri pun turut melakukan upaya mewujudkan vaksin yang saat ini dinantikan masyarakat dunia.

Salah satunya pengembangan obat Covid-19 yang dilakukan oleh Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Meski diklaim ampuh untuk penderita Covid-19 dan siap diproduksi massal apabila izin dari Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) turun, namun obat yang berasal dari campuran sejumlah obat ini masih menuai kritik.

Salah satunya terkait transparansi dan metodologi yang dilakukan, dinilai belum memenuhi kaidah ilmiah. Hal ini disampaikan pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman.

"Saat ini tercatat sudah ada 14 uji klinis terkait Covid yang dilakukan di Indonesia, termasuk salah satunya uji vaksin di Biofarma dan Unpad. Namun Unair belum masuk dalam list ini," kata Dicky, Selasa (18/8/2020).

Padahal, menurutnya sebuah obat baru yang tidak dikembangkan dengan mengikuti aturan dan tahapan yang berlaku sangat berbahaya.

Dicky mencontohkan pengalamannya pada proses riset Tamiflu, sekitar tahun 2009.

"Risetnya tidak transparan tapi tetap dipaksakan jadi obat, karena beragam faktor. Baru pada 2013 dan 2014 kemudian ditemukan banyak efek samping yang fatal, yaitu kematian pada anak dan juga gangguan mental dan neurologis," ujarnya.

Dia mengatakan ada dampak kerugian dan bahaya besar dari pengembangan obat tanpa mengindahkan kaidah yang berlaku.

Oleh karena itu, Dicky berharap obat yang dikembangkan Unair prosesnya mengikuti etika ilmiah yang berlaku.

"Itu sebabnya saya sangat mendorong agar hasil uji klinis obat yang diprakarsai Unair ini dapat diangkat ke dunia ilmiah dan juga dicatatkan dalam clinical trial dunia," sebut Dicky.

Dia menegaskan, ini bukan untuk menjegal temuan yang datang dari anak bangsa.

Menurutnya, saran tersebut sebagai bentuk dukungan dan apresiasi agar produk temuan yang dianggap efektif dapat benar-benar diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.

"Adanya upaya riset obat atau vaksin berbasis kemampuan nasional tentu harus didukung dan diapresiasi. Namun tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap kaidah ilmiah dan etika riset itu sendiri," papar Dicky.

Ia mengingatkan setiap lembaga yang melakukan pengembangan obat atau vaksin harus patuh terhadap kaidah riset ilmiah dan hasilnya harus dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah.

"Ini merupakan hal yang tidak bisa diremehkan dan dikesampingkan," pungaksnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/18/132932165/epidemiolog-ingatkan-bahaya-pengembangan-vaksin-covid-19-yang-tak-taat

Terkini Lainnya

Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kronologi Fortuner Polda Jabar Picu Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ, Diselesaikan secara Kekeluargaan

Tren
Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tren
Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Tren
6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

Tren
Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Tren
Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Tren
Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Tren
Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

Tren
Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Tren
Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Tren
Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke