Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Pelonggaran, Bukan Berarti Virus Corona Hilang...

Kompas.com - 30/06/2020, 06:50 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelonggaran pembatasan sosial yang telah dilakukan selama beberapa pekan ini membawa dampak pada ramainya kembali aktivitas masyarakat di berbagai tempat.

Meski diingatkan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan, tidak semua mematuhinya.

Di media sosial, pada akhir pekan kemarin, beredar sejumlah foto dan video yang menunjukkan ramainya warga yang mengunjungi lokasi wisata dan rumah makan.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan risiko penularan.

Tempat ramai merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko penularan dan penyebaran virus corona.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/6/2020), mengatakan, meski sudah ada pelonggaran, ancaman virus corona tak bisa dianggap remeh.

"Pertanyaanya sebetulnya, seberapa serius sih penyakit ini? Penyakit ini amat sangat serius, penyakitnya lebih mudah menular daripada influenza," kata Zubairi.

Baca juga: Simak, 4 Faktor Ini Tingkatkan Risiko Penularan Virus Corona

Ia mengatakan, virus corona jenis baru penyebab Covid-19 lebih mudah menyebar jika dibandingkan penyakit batuk, pilek biasa.

"Kita masih beruntung 95 persen yang terinfeksi ini kondisinya ringan dan akan sembuh sendiri. Namun, sebagian kecil sangat signifikan. Apalagi kalau kena kita sendiri atau keluarga kita," ujar Zubairi.

Kondisi pasien dengan kondisi mengkhawatirkan mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit.

Sebagian yang dirawat di rumah sakit ini harus dirawat di ICU (Intensive Care Unit) karena berbagai faktor seperti kesulitan bernapas, gagal napas, dan memerlukan ventilator.

"Cukup banyak pasien Covid-19 yang masuk ICU itu akhirnya meninggal dunia," kata Zubairi.

Menurut dia, hal tersebut menunjukkan betapa seriusnya penyakit ini. 

Zubairi mengatakan, karena jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia cukup tinggi di dunia, maka kehati-hatian harus tetap diutamakan.

Baca juga: Cegah Penularan Covid-19, Ini 7 Tips Aman Gunakan Toilet Umum

Bukan berarti virusnya hilang

Ia juga menekankan, pelonggaran yang diberikan saat ini bukan berarti ancaman virus corona menurun atau bahkan hilang.

"Nah, katanya kan sudah ada pelonggaran. Pertanyaanya begini, kalau sudah ada pelonggaran, misalnya tanggal 1 Juli ada pelonggaran, apakah berarti tanggal 2 Juli itu tidak bisa tertular? Dan tanggal 30 Juni berarti masih mudah tertular? Tidak begitu," kata Zubairi.

Risiko penularan virus, kata dia, masih sama, baik sebelum pelonggaran maupun setelah pelonggaran diberlakukan.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat agar selalu menaati protokol kesehatan new normal.

"Keluar rumah wajib pakai masker. Saya lihat di banyak tempat, seperti di pasar, masih banyak yang tidak pakai masker, jadi mudah tertular," kata Zubairi.

"Kemudian yang kedua, harus sering cuci tangan. Itu juga cukup banyak yang jarang cuci tangan. Berikutnya kerumunan. Itu juga kita lihat walaupun sudah ditegur, masih banyak di pasar dan juga waktu kemarin CFD di Jalan Thamrin," kata Zubairi.

Zubairi menegaskan, upaya-upaya yang disampaikan pemerintah serius.

Apalagi, jika berkaca pada negara-negara lain seperti Korea Selatan, China, dan Amerika Serikat yang sudah melonggarkan lockdown, tetapi kemudian kasus-kasus baru muncul kembali dalam jumlah besar.

Baca juga: Yang Harus Diperhatikan agar CFD Tak Jadi Ancaman Baru Penularan Virus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Protokol Kesehatan di Salon dan Barbershop

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

Tren
Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Tren
Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

Tren
Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Tren
6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

Tren
BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

Tren
Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com