Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Harvard Kembangkan Masker yang Mampu Deteksi Virus Corona

Kompas.com - 17/05/2020, 16:50 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Peneliti dari Harvard dan MIT saat ini tengah mengembangkan masker wajah yang mampu mendeteksi orang yang positif terinfeksi virus corona.

Nantinya, mereka yang positif terkena virus SARS-CoV-2 akan membuat sensor masker menyala.

Teknologi ini merupakan pengembangan dari temuan peneliti utama, Jim Collins yang sudah melakukan penelitian sebelum virus corona muncul.

Baca juga: Melihat Kondisi Mumbai, Kota Paling Terpukul Covid-19 di India...

Penemuan bermula pada 2014, Laboratorium Bioteknologi di MIT mulai mengembangkan sensor yang dapat mendeteksi virus ebola yang dibekukan di atas selembar kertas.

Kemudian pada 2016, tim kecil ilmuwan dari MIT dan Harvard mengembangkan temuan itu dan untuk pertama kalinya menerbitkan penelitian mereka yang telah dilengkapi dengan rancangan teknologi untuk mengatasi ancaman virus Zika.

Kini para peneliti menyesuaikan penelitian dengan kondisi pandemi virus corona yang saat ini ada.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Deteksi suhu

Pengunjuk rasa memprotes perintah tinggal di rumah untuk menekan penyebaran penularan virus corona (Covid-19) di depan gedung pengadilan provinsi di Spokane, Washington, Amerika Serikat, Jumat (1/5/2020). Wabah Covid-19 yang masih menghantui dunia dan berimbas pada banyak sektor kehidupan, memunculkan aksi unjuk rasa di sejumlah negara.ANTARA FOTO/REUTERS/YOUNG KWAK Pengunjuk rasa memprotes perintah tinggal di rumah untuk menekan penyebaran penularan virus corona (Covid-19) di depan gedung pengadilan provinsi di Spokane, Washington, Amerika Serikat, Jumat (1/5/2020). Wabah Covid-19 yang masih menghantui dunia dan berimbas pada banyak sektor kehidupan, memunculkan aksi unjuk rasa di sejumlah negara.

Mereka, merancang masker wajah yang mampu menghasilkan sinyal fluorescens saat seseorang dengan virus corona benapas, batuk atau bersin.

Harapannya, apabila teknologi ini berhasil, mereka bisa mengatasi kekurangan dari metode screening yang dilakukan dengan pemeriksaan suhu.

Sebagaimana diketahui, deteksi awal suhu kerapkali gagal mendeteksi mereka yang terinfeksi terutama bagi mereka yang tidak menunjukkan gejala.

“Anda bisa membayangkannya, ini digunakan di bandara saat orang-orang melewati kemananan, atau saat orang-orang tengah menunggu di pesawat,” ujar Collins sebagaimana dikutip dari Business Insider, Rabu (13/5/2020).

"Kamu atau aku bisa menggunakannya dalam perjalanan ke dan dari kantor. Rumah sakit dapat menggunakannya untuk pasien ketika mereka masuk atau menunggu di ruang tunggu sebagai deteksi awal siapa yang terinfeksi,” lanjutnya.

Baca juga: Berkaca dari Vaksin HIV, Bagaimana jika Vaksin Corona Tidak Berhasil Ditemukan?

Ia juga berharap, nantinya dokter bisa menggunakannya untuk mendiagnosis pasien tanpa harus mengirim sampel ke laboratorium.

Collins menyampaikan, proyek penelitian labnya saat ini masih tahap awal, tetapi menurutnya hasilnya nanti akan sangat menjanjikan.

Dalam beberapa minggu terakhir ia dan timnya telah menguji kemampuan sensor untuk mendeteksi virus corona baru dalam sampel air liur ukuran kecil.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com