Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Larang Mudik, Ahli: Kebijakan yang Tepat Meskipun Terlambat

Kompas.com - 21/04/2020, 20:07 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akademisi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele menilai, larangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang bagus.

Akan tetapi, Gabriel menganggap bahwa larangan itu seharusnya dikeluarkan ketika kasus mulai merebak ke beberapa daerah.

"Sebenarnya publik berharap sejak awal ketika kasus mulai merebak ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur itu seharusnya sudah mulai dilarang. Karena begitu kebijakan WFH (work from home) diterapkan, itu kan pada mudik," kata Gabriel saat dihubungi, Selasa (21/4/2020).

"Saat itu kan penyebaran virus lagi naik-naiknya, jadi ini kebijakan yang bagus di satu sisi, tetapi agak telat," sambungnya.

Baca juga: Jokowi Larang Mudik, Ridwan Kamil Bakal Perketat Akses Masuk ke Jabar

Selain itu, Gabriel menyebut, jeda waktu antara pengumuman dan penerapan larangan pada Jumat (24/4/2020) dinilainya tidak menunjukkan ketegasan untuk menghadang orang untuk tidak mudik.

Dia pun menilai bahwa kota-kota yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan kesulitan dalam menghadang arus pemudik.

Penerapan aturan

Gabriel juga mengatakan, hal yang tak kalah pentingnya dari larangan mudik itu adalah aspek "apa yang boleh".

"Nah apa yang boleh ini terkait dengan bagaimana jika mereka yang alasan mudiknya karena tidak bisa bertahan di kota-kota besar. Dari sisi itu, kalau pemberian bantuan sosial berdasarkan KTP maka skalanya harus nasional," jelas dia.

"Maksudnya adalah mungkin ada warga ber-KTP Jateng yang tinggal di Jakarta, ketika ada pembagian sembako ya mereka juga berhak. Pada saat bersamaan dipastikan ia tidak menerima dobel," tambahnya.

Dengan kondisi penduduk yang mobile, Gabriel menilai pelaksanaan kebijakan itu tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pemerintah, tetapi lebih ke komunitas.

Karenanya, dia meminta agar pemerintah memberdayakan RT atau RW secara optimal.

Baca juga: Jokowi Larang Mudik, Wali Kota Depok Minta Petunjuk Jelas

Mudik picu munculnya klaster

Senada dengan Gabriel, epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia Dicky Budiman bersyukur bahwa pemerintah akhirnya mendengar masukan para ahli.

Menurutnya, gelombang mudik akan memunculkan potensi klaster di daerah dan desa yang akan memiliki dampak jangka panjang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com