Terkait dengan kepedulian dan penderitaan, Karl Marx menyebut dengan jelas kekuatan tertawa: “Orang-orang yang membuat Anda tertawa membantu Anda ketika Anda membutuhkan. Orang–orang yang benar-benar peduli. Mereka orang yang layak diingat.“
Tertawa dalam relasinya dengan kepedulian kemanusiaan sesungguhnya tidaklah gampang dirumuskan.
Tertawa adalah laku budaya yang mempunyai ruang tafsir berbeda, baik tempat, waktu hingga latar budaya, politik dan pendidikan.
Simaklah, para politikus Australia sering tidak bisa mengerti melihat elite politik Indonesia yang tertawa–tawa ketika menghadapi krisis, bahkan ketika konferensi pers.
Paradoks tertawa telah diceritakan oleh para filsuf sejak jaman Yunani kuno, guna mengingatkan kemampuan mengendalikan tertawa dalam kemanusiaan agar tidak menjadi sebuah tragedi.
Sebutlah, kematian pelukis Zeuxis zaman Yunani kuno selepas menertawakan wanita tua renta untuk dilukis sebagai Aphrodite yang cantik jelita.
Kisah ini menginspirasi pelukis Rembrandt lewat karya bertajuk ”self- potrait as Zeuxis“.
Sejarah mencatat, tertawa adalah modal budaya bangsa terbesar bangsa Indonesia, terlebih di tengah krisis kemanusiaan akibat Corona.
Saatnya mengelola budaya tawa dalam media sosial, relasi kendali kebersamaan kemanusiaan guna menjadi keterampilan sosial menumbuhkan kerja bersama menghadapi krisis dalam keindahan kemanusiaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.