Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Februari 1979, Letusan dan Gas Beracun di Dieng Tewaskan 149 Orang

Kompas.com - 20/02/2020, 14:07 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, 41 tahun yang lalu, letusan dan gas beracun yang berasal dari kawah Sinila di Pegunungan Dieng menewaskan setidaknya 149 orang pada 20 Februari 1979.

Diberitakan Harian Kompas, 22 Februari 1979, korban awal yang terdeteksi sebanyak 136 orang. Mereka meninggal karena gas beracun.

Para korban merupakan warga desa Kepucukan yang berusaha lari menyelamatkan diri.

Selasa (20/2/1979), dini hari, penduduk desa itu dikejutkan dengan adanya serangkaian gempa yang mengguncang desa Kepucukan.

Menurut catatan Pemda tingkat I Semarang, gempa mulai terjadi pada pukul 01.55 WIB.

Seluruh penduduk desa terbangun lalu berebut berlarian keluar rumah.

Udara terasa sangat panas dan bau belerang menyesakkan napas.

Tiba-tiba terdengar dentuman keras yang menggemuruh dan kegelapan malam terkuak oleh kobaran api dari sebuah bukit.

Rangkaian letusan itu dibarengi hujan abu. Mereka menyadari yang dihadapinya adalah letusan gunung.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pluto Ditemukan, Bagaimana Karakteristiknya?

Terkepung lahar

Sebagian dari 137 korban yang tewas akibat gas beracun di Dataran Tinggi Dieng pada 1979.Humas Pemda Banjarnegara Sebagian dari 137 korban yang tewas akibat gas beracun di Dataran Tinggi Dieng pada 1979.

Mereka berusaha lari namun desa sudah terkepung lahar.

Sebagian penduduk bisa kabur melalui bukit-bukit yang lebih tinggi dan jalan-jalan setapak yang belum tertutup lahar.

Kondisi mayat yang ditemukan mengerikan. Mereka tergeletak di jalanan.

Dikatakan sudah tidak seperti mayat, karena ketika dipegang hancur.

Respons pemerintah cepat kala itu. Presiden saat itu Soeharto, justru yang pertama mengemukakan soal adanya bencana alam di pegunungan Dieng itu.

Dia juga segera mengemukakan instruksi penanganannya.

Para menteri justru alpha. Menpen Ali Murtopo yang mengungkapkan hal itu.

Jumlah korban terus berkembang. Hingga 25 Februari korban masih terus dilaporkan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Dibukanya Makam Raja Tutankhamen di Mesir

Gas Berbahaya

Aktivitas Kawah Timbang - Semburan asap dari Kawah Timbang yang mengandung H2S membumbung tinggi di Dusun Simbar, Desa Sumberejo, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (2/4). Semburan asap dari Kawah Timbang tersebut merupakan terbesar dalam jangka waktu 30 tahun terakhir. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Aktivitas Kawah Timbang - Semburan asap dari Kawah Timbang yang mengandung H2S membumbung tinggi di Dusun Simbar, Desa Sumberejo, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (2/4). Semburan asap dari Kawah Timbang tersebut merupakan terbesar dalam jangka waktu 30 tahun terakhir.

Diberitakan Harian Kompas (26/02/1979), korban gas beracun Dieng menjadi 149 orang. Sementara itu pengungsi tercatat 998 orang.

Gas beracun diketahui masih terdeteksi hingga sebulan setelahnya.

Diberitakan Harian Kompas (16/3/1979), Direkorat Vulkanologi di Bandung menerima peralatan untuk mendeteksi gas-gas berbahaya.

Kepala Seksi Pemetaan Gunung Api Direktorat Vulkanologi mengatakan, peralatan ini sejenis dengan yang telah dimiliki dan dipakai untuk mendeteksi gas berbahaya di daerah pegunungan Dieng.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Meteorit Sikhote-Alin Jatuh di Siberia, Rusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com