Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Kinerja Perubahan Iklim 2020, Indonesia Lebih Baik dari Australia

Kompas.com - 05/01/2020, 09:07 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia menempati peringkat 39 dalam indeks kinerja perubahan iklim 2020.

Laporan tersebut dikeluarkan oleh sejumlah lembaga iklim, seperti Newclimate Institute, Climate Action Network dan Germanwatch.

Ada empat indeks penilaian yang digunakan, yaitu emisi, energi terbarukan, penggunaan energi dan kebijakan iklim.

Dari keempat indeks tersebut, Indonesia menempati peringkat 39 dengan nilai rata-rata 44,65, terbaik kedua di Asia Tenggara setelah Thailand yang menduduki peringkat 33 dengan nilai 46,76.

Jika dirinci, Indonesia memperoleh nilai 43,6 dalam hal emisi. Angka tersebut termasuk kategori low dari empat kategori penilaian, yaitu high, medium, low, dan very low.

Untuk indeks energi terbarukan, nilai yang didapatkan Indonesia 31,8 dengan kategori medium.

Sementara indeks penggunaan energi, Indonesia mendapat nilai 65,4 dengan kategori high, tertinggi kelima setelah Mexico, India, Brazil, dan Amerika Serikat.

Dalam hal kebijakan iklim, Indonesia hanya memperoleh nilai 38,8 dengan katergori rendah.

Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, angka kebijakan iklim Indonesia termasuk yang paling baik.

Baca juga: 8 Universitas Negeri Indonesia yang Masuk Peringkat 1.000 Terbaik Dunia

Australia

Situasi kebakaran di daerah Tathra, New South Wales, Minggu (19/3/2018). (Instagram/staceyleecullen via Australia Plus) Situasi kebakaran di daerah Tathra, New South Wales, Minggu (19/3/2018). (Instagram/staceyleecullen via Australia Plus)

Dari keempat kategori tersebut, Australia hanya menduduki peringkat 56 dengan nilai rata-rata 30,75.

Bahkan dalam indeks kebijakan iklim, Australia menjadi negara dengan kinerja terburuk dengan nilai 0,0.

Laporan tersebut menegaskan bahwa pemerintah Morrison melanjutkan tren buruk dalam hal iklim, seperti tahun sebelumnya.

Dalam laporan itu, para pakar mencermati kurangnya kemajuan dalam empat bidang tersebut dan tidak adanya strategi mitigasi jangka panjang.

Pemerintah Australia juga diketahui tidak menghadiri KTT Iklim PBB pada bulan September lalu.

Kebakaran hutan dan gelombang panas di Australia menjadi contoh sejumlah peristiwa cuaca ekstrim yang semakin parah pada tahun 2019.

Ketika ditanya soal hasil laporan itu, Menteri Pertanian Australia Bridget McKenzie mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai tindakan untuk mengatasi perubahan iklim.

"Sebagai penghasil 1,7 persen dari emisi karbon dunia, saya pikir Australia benar-benar mengambil tindakan keras untuk mengatasinya dan kita perlu bangga akan hal itu, alih-alih menyalahkan diri kita sendiri tentang laporan itu dan komunitas regional kita," kata McKenzie, dilansir dari Tha Guardian.

Baca juga: Batal Direkrut Arsenal karena Peringkat Indonesia, Berikut Profil Bagus Kahfi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com