Meski sempat disampaikan Ketua MPR periode sebelumnya bahwa amandemen nantinya terbatas pada masalah GBHN.
Namun Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid melansir dari pemberitaan Kompas.com (22/11/2019) mengakui bahwa memang ada wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurutnya secara informal terdapat anggota fraksi yang mewacanakan presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.
Tetapi juga terdapat pula wacana bahwa presiden hanya dapat dipilih satu kali, namun masa jabatan diperpanjang menjadi 8 tahun.
Meski demikian, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan belum ada pembahasan mengenai wacana penambahan masa jabatan presiden.
"Sampai detik ini kita belum pernah membahasnya. Jadi terkait dengan wacana jabatan presiden tiga kali sampai detik ini kita belum pernah membahasnya," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Ia juga menilai bahwa jabatan presiden yang sekarang dimana penetapan dua kali dan dilakukan melalui pemilihan langsung sudahlah tepat.
Sementara itu Kepala Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat menilai, perubahan masa jabatan presiden bisa membahayakan.
"Kalau amendemen terbatas itu betul-betul terbatas, hanya ingin menghadirkan pokok-pokok haluan negara. Itu yang direkomendasikan oleh MPR periode lalu. Itu saja. Yang lain-lain itu enggak ada," ujar Djarot dilansir dari Kompas.com (25/11/2019).
Ia mengkhawatirkan jika masa jabatan presiden ditambah, nantinya bisa kembali lagi seperti pada masa orde baru.
"Kalau kita tetap seperti sekarang. Dua periode. Tidak tiga periode. Kembali lagi nanti kayak pak Harto. Pak Harto berapa kali tuh," tutur Djarot.
Baca juga: Wacana Masa Jabatan Presiden Disebut Perlu Ada Kajian Serius
Dengung mengenai perubahan pilkada langsung ke tidak langsung mencuat usai Menteri dalam negeri Tito Karnavian melempar wacana untuk mengevaluasi pilkada langsung.
Ia mengungkapkan hal tersebut usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Rabu (6/11/2019)
Tito mempertanyakan apakah pilkada langsung masih relevan saat ini.
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito.