Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Serangan Iran ke Israel Disebut Hanya Ingin Tepati Janji Pembalasan, Jauh dari Potensi Perang Dunia Ketiga

KOMPAS.com - Guru Besar Kajian Timur Tengah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ibnu Burdah mengatakan, serangan Iran terhadap Israel pada Sabtu (13/4/2024) malam merupakan peristiwa bersejarah.

Pasalnya, Iran menyerang langsung dari wilayahnya menuju Israel, bukan melalui proksi atau perantara seperti yang terjadi selama ini.

Kendati demikian, menurut Ibnu, serangan tersebut masih jauh dari pemicu Perang Dunia III, seperti yang dikhawatirkan warganet akhir-akhir ini.

Dia mengatakan, melihat skala dan akibatnya, Iran tampaknya tidak menginginkan eskalasi yang luas.

"Iran sepertinya lebih ingin menepati janjinya untuk menyerang Israel sebagai balasan atas yang dilakukan Israel terhadap Zahedi dan lain-lain," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (14/4/2024).

Sebagai informasi, Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi merupakan seorang Komandan Senior Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran yang tewas terbunuh dalam serangan Israel di Suriah.

Dia terbunuh bersama enam orang lainnya ketika pesawat tempur Israel menembakkan beberapa rudal ke Konsulat Iran di ibu kota Damascus, Senin (1/4/2024).

Serangan yang menyebabkan tewasnya Zahedi ini membuat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji akan membalas Israel.

Ibnu menyampaikan, Iran sepertinya hanya menginginkan serangan terukur dan terbatas untuk membalaskan perbuatan Israel.

Sementara itu, dari sisi Israel, menurutnya juga kecil kemungkinan akan melakukan pembalasan membabi-buta seperti yang terjadi di Gaza, Palestina.

"Jadi masih jauhlah kalau bicara Perang Dunia Ketiga," tuturnya.

Ibnu mengungkapkan, pengambil keputusan di Iran merupakan orang yang rasional, bahkan strateginya sering disebut sebagai "strategi sabar".

Strategi sabar merujuk pada sikap Iran yang dinilai tidak mudah terpancing dengan suatu aksi. Alih-alih mereaksi dengan cepat, Iran justru berusaha memperhitungkan secara lebih luas dan jangka panjang, khususnya dalam menghadapi Israel.

Penulis buku Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan Dimensi Konflik (2008) ini melanjutkan, sejauh ini Iran selalu didesak setelah beberapa kali diserang oleh Israel.

Kata-kata berisi janji untuk melakukan pembalasan selalu diulang-ulang, bahkan oleh Presiden Ebrahim Raisi.

"Tapi faktanya tidak ada serangan dari Iran sama sekali. Sejak sebelum Sulaimani dibunuh di Baghdad, katanya ada pembalasan yang besar, tapi tidak ada pembalasan besar yang terlihat setelah kasus Sulaimani atau Zahedi di Damascus itu," kata Ibnu.

Sebagai informasi, Jenderal Qasem Soleimani dan sembilan orang lainnya meninggal dunia di dekat Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada 3 Januari 2020.

Komandan pasukan elite Quds di Garda Revolusi Iran tersebut meninggal dalam serangan udara terencana oleh Amerika Serikat (AS) atas perintah Presiden Donald Trump.

"Jadi seolah-olah Iran itu lemah karena diserang tapi tidak ada pembalasan yang jelas," sambungnya.

Jika menilik tindakan selama ini, Iran tampaknya memang tidak ingin terpancing maupun cepat mengambil keputusan untuk melakukan konfrontasi dengan Israel.

"Dia menggunakan proksinya, dia mendukung Hamas, Jihad Islam, yang semua itu sangat mengancam Israel," terangnya.

Tekanan besar memicu serangan terhadap Israel

Ibnu mengungkapkan, ada tekanan dari berbagai pihak yang kian mendesak kemungkinan memicu Iran untuk menyerang Israel secara langsung.

Pertama, adanya tekanan dari dalam negeri berupa demonstrasi yang semakin meluas hampir di seluruh kota untuk mengambil langkah nyata membalas serangan Israel.

Di kalangan pendukung militer di Lebanon, Irak, Yaman, dan jaringan syiah lain juga sangat berharap pusat atau Teheran (Iran) akan betul-betul melakukan pembalasan seperti yang dijanjikan.

Faktor terakhir, pandangan publik dunia secara umum bahwa Iran akan terlihat sangat lemah jika "membiarkan" serangan-serangan yang menargetkan wilayahnya.

"Seperti serangan di Damaskus, itu dianggap sudah serangan ke wilayah kedaulatan Iran. Meski hanya wilayah konsulat, berarti kan teritorial Iran dan ini dianggap serangan yang serius langsung ke wilayah Iran, simbol dari pemerintahan," jelas Ibnu.

Atas serangan di Damascus, Ibnu mengatakan, Iran selalu menarasikan Israel telah menyerang kedutaan, tempat kedudukan resmi perwakilan negaranya.

Sementara Israel, berusaha membangun narasi bahwa yang diserang bukanlah perwakilan politik, tetapi konsulat yang dijadikan pusat pembahasan untuk menyerang Israel.

"Jadi seperti pusat komando para penasihat militer dalam penyerangan terhadap Israel," ujar Ibnu.

"Mungkin tekanannya sudah terlalu besar ya, jadi faktor Iran akhirnya menyerang langsung ke Israel," tutupnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/04/15/060000065/serangan-iran-ke-israel-disebut-hanya-ingin-tepati-janji-pembalasan-jauh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke