Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena "Squall Line" Disebut Memicu Banjir di Semarang, Ini Faktanya

KOMPAS.com - Banjir terjadi di sejumlah wilayah di Kota Semarang, Jawa Tengah akibat hujan sepanjang hari yang terjadi sejak Rabu (13/3/2024) sore.

Di media sosial, beredar informasi bahwa banjir di Semarang, Jawa Tengah itu terjadi karena fenomena "squall line".

Squall line adalah salah satu jenis fenomena skala meso yang terjadi ketika beberapa thunderstorm aktif tersusun pada satu pola memanjang dengan skala mencapai beberapa ratus kilometer.

"Stopp scrol!!! segera amankan tiket kalian ayo pulang aja," tulis @undipmenfess.

Dalam unggahan itu disebutkan bahwa fenomena squall line di Semarang semakin memanjang sehingga masyarakat diimbau untuk waspada banjir bandang.

Lantas, benarkah banjir di Semarang terjadi karena fenomena squall line?

Penjelasan BMKG

Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang, Giyarto menyampaikan banjir di Semarang bukan disebabkan karena fenomena squall line.

Menurut hasil analisis Giyarto, banjir di Jawa Tengah disebabkan karena gangguan atmosfer yang berakibat pada peningkatan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Hasil analisis dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya aktivitas:

  1. Gelombang Equatorial Rossby
  2. Gangguan atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO)
  3. Bibit siklon tropis 91S di Samudera Hindia dan bibit siklon tropis 93P di Teluk Carpentaria sekitar utara Australia.

Kondisi ini yang mengakibatkan peningkatan intensitas curah hujan dan angin kencang di wilayah Jawa Tengah.

Terpisah, Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani, Semarang Yoga Sambodo mengatakan, squalline terjadi di daerah tropik, termasuk Indonesia.

"Squall line lebih banyak terjadi di daerah sub tropik," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/3/2024).

Untuk di daerah tropik, beberapa ahli menyebutnya Quasi Linear Convective System (QLCS).

Namun, Yoga mengatakan, untuk menentukan QLCS, BMKG perlu meneliti data dahulu. Hal ini karena terdapat kriteria-kriteria tertentu di mana suatu fenomena cuaca bisa digolongkan QLCS.

Penyebab banjir di Semarang

Yoga menyampaikan, banjir di Semarang disebabkan oleh gangguan atmosfer yang menyebabkan terjadinya peningkatan potensi cuaca ekstrem di Jawa Tengah.

"Untuk kasus hari ini dan beberapa hari lalu hujan disebabkan beberapa akumulasi fenomena atmosfer, seperti Madden Julian Oscillation (MJO), Monsun Asia, gelombang Rossby, dan sebagainya," ujarnya.

Hasil analisis BMKG menyebutkan 4 penyebab banjir di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut. Berikut penjelasannya:

1. Bibit Siklon Tropis 91S

Adanya Bibit Siklon Tropis 91S yang terpantau di Samudra Hindia bagian tenggara selatan Jawa, bibit Siklon Tropis 93P terpantau di Teluk Carpentaria bagian timur laut, Australia Utara dan bibit Siklon Tropis 94S di Laut Timor selatan NTT menyebabkan adanya daerah pertemuan angin di wilayah Jawa Tengah khususnya di sekitar wilayah Pantura.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan awan cumulonimbus dengan potensi hujan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan dapat disertai dan didahului angin kencang di wilayah Jawa Tengah.

2. Pertumbuhan awan awan konvektif (cumulonimbus)

Kelembaban udara yang cukup tinggi dan labilitas udara yang cukup labil mendukung pertumbuhan awan awan konvektif (cumulonimbus) di wilayah Pantura hingga Jateng timur.

Analisis Citra satelit Himawari menunjukan adanya awan cumulonimbus mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan 24.00 WIB dengan suhu puncak awan -60 s/d -100 °C di wilayah Pantura hingga Jateng timur.

Selain itu citra radar Semarang menunjukan adanya nilai reflektivitas 35-60 dBz mulai pukul 07.00-24.00 WIB. Hal ini mengindikasikan adanya awan cumulonimbus yang menyebabkan terjadinya hujan sedang hingga lebat yang didahului dan disertai angin kencang dengan durasi yang lama sekitar sepanjang hari.

Fenomena ini dapat menyebabkan curah hujan tinggi di sepanjang wilayah Pantura dan sebagian Jawa Tengah bagian timur.

3. MJO dan gelombang Rossby Ekuator

Aktifnya gelombang atmosfer Rossby Ekuator dan MJO berada di kuadran 4 yang mengakibatkan meningkatkan pembentukan awan konvektif di Jawa Tengah.


Wilayah Jawa Tengah yang berpotensi terjadi cuaca ekstrem

Menindaklanjuti hasil analisis tersebut, BMKG merilis potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah di Jawa Tengah selama 12-14 Maret 2024.

berikut wilayah di Jawa Tengah yang berpotensi dilanda hujan lebat disertai dengan petir dan angin kencang:

1. Pegunungan Wilayah

  • Cilacap
  • Banyumas
  • Purbalingga
  • Banjarnegara
  • Wonosobo
  • Kabupaten/kota Magelang
  • Boyolali
  • Kabupaten/kota Semarang
  • Kabupaten/kota Salatiga

2. Pantura

  • Brebes
  • Kabupaten/kota Tegal
  • Pemalang
  • Kabupaten/kota Pekalongan
  • Batang
  • Kendal
  • Kota Semarang
  • Demak
  • Jepara
  • Pati
  • Rembang

3. Jawa Tengah Bagian Timur

  • Grobogan
  • Sragen
  • Blora
  • Kudus

4. Solo Raya

  • Klaten
  • Surakarta
  • Sukoharjo
  • Karanganya
  • Wonogiri dan sekitarnya.

Potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Jawa Tengah ini berlangsung hingga 18 Maret 2024.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/14/194500265/fenomena-squall-line-disebut-memicu-banjir-di-semarang-ini-faktanya

Terkini Lainnya

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke