Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Krisis Populasi di Jepang Masuk Level Kritis, Angka Kelahiran Terendah dalam 90 Tahun

KOMPAS.com - Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa negara tersebut telah mengalami angka kelahiran terendah dalam 90 tahun terakhir. Kondisi ini membuat Negeri Sakura memasuki level kritis dalam krisis penduduk. 

Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mengungkapkan, jumlah bayi yang lahir di Jepang mengalami penurunan sepanjang delapan tahun terakhir, rekor terendah terjadi pada 2023.

Sebanyak 758.631 bayi di Jepang lahir pada 2023. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 5,1 persen dari 2022.

Di sisi lain, angka pernikahan Jepang pada 2024 hanya sebesar 489.281, atau turun 5,9 persen dari tahun sebelumnya.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menyebutkan, pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengantisipasi krisis populasi di Jepang.

Pemerintah Jepang akan meluncurkan berbagai program seperti memperluas layanan penitipan anak dan mendorong kenaikan upah bagi pekerja muda.

“Penurunan angka kelahiran di Jepang memasuki situasi kritis,” kata Hayashi, dikutip dari Reuters, Selasa (27/2/2024).

Hayashi juga menuturkan, hingga 2030 mendatang, jumlah generasi muda di Jepang diproyeksi menurun dengan cepat.

Oleh karena itu, pihaknya menyebut pemerintah hanya punya waktu sekitar enam tahun untuk mengakhiri tren enggan menikah dan tidak punya anak di kalangan usia produktif Jepang.

Menurut Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Jepang, pada tahun 2070, diperkirakan 4 dari 10 orang Jepang adalah penduduk berusia 65 tahun atau lebih.

Populasi di Jepang kemungkinan akan menurun sekitar 30 persen menjadi 87 juta pada tahun 2070.

Alasan orang berusia produktif di Jepang enggan menikah dan punya anak

Dilansir dari The Guardian, survei menunjukkan bahwa banyak generasi muda Jepang menolak untuk menikah dan punya anak karena faktor yang kompleks.

Banyak di antara merasa putus asa dengan prospek pekerjaan yang suram, laju kenaikan biaya hidup yang tidak sebanding dengan kenaikan gaji, sampai tuntutan kerja yang tidak ideal bagi orangtua bekerja untuk membesarkan anak.

Selain itu, belakangan berkembang kultur yang acapkali menganggap bayi menangis dan anak-anak yang bermain di luar sebagai gangguan.

Orangtua yang usianya masih relatif muda juga banyak yang mengaku, mereka merasa sering terisolasi setelah menikah dan punya anak.

Seorang mahasiswa di Tokyo, Nao Iwai mengatakan bahwa ia dulu sempat berpikir untuk menikah pada usia 25 tahun dan menjadi ibu pada usia 27 tahun.

Namun, ketika melihat realitas sulitnya sang kakak membesarkan anak balita di Jepang, ia urungkan niatnya dan menjadi takut punya anak.

“Kalau punya anak di Jepang, suami tetap bekerja tapi ibu diharapkan berhenti dari pekerjaannya dan menjaga anak,” tutur dia.

Iwai yang merasa sulit membesarkan anak, baik secara finansial, mental, dan fisik  beranggapan, solusi yang ditawarkan pemerintah selama ini kurang konkret untuk mengatasi kekhawatirannya memiliki keturunan.

Di sisi lain, seorang profesor di Universitas Wanita Showa, Naohiro Yashiro mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan pasangan di Jepang enggan menikah juga terkait kesetaraan akses pendidikan.

“Dengan pendidikan yang lebih tinggi, semakin banyak perempuan muda memiliki upah yang sama dengan laki-laki, sehingga rata-rata usia pencarian pasangan lebih matang,” terang dia.

Saat ini, rata-rata usia pernikahan pertama bagi perempuan adalah 29 tahun atau empat tahun lebih tua daripada usia menikah perempuan Jepang pada era 1980-an.

Pada masa itu, masih banyak perempuan Jepang yang hanya lulus pendidikan sekolah menengah atas.

Sedangkan saat ini, tuntutan zaman dan akses kesempatan membuat banyak perempuan yang menyelesaikan pendidikan tinggi, bahkan mempunyai gelar akademik yang tinggi.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/29/203000465/krisis-populasi-di-jepang-masuk-level-kritis-angka-kelahiran-terendah-dalam

Terkini Lainnya

7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

Tren
Film Vina dan Fenomena 'Crimetainment'

Film Vina dan Fenomena "Crimetainment"

Tren
5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

Tren
Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke