Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemprov Mulai Tetapkan Pajak Hiburan, Apakah Masih Bisa Diubah?

KOMPAS.com - Pemerintah provinsi (Pemprov) mulai menetapkan besaran pajak hiburan.

Pajak hiburan adalah pajak atas jasa penyelenggaraan hiburan berupa pungutan bayaran yang dibebankan kepada orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 28 tahun 2009 atau juga dikenal dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Salah satu Pemprov yang sudah menetapkan besaran pajak hiburan adalah DKI Jakarta.

Melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hiburan di DKI Jakarta ditetapkan sebesar 40 persen.

Hal tersebut menuai kritik dari pelaku usaha, termasuk Inul Daratista, pedangdut sekaligus pemilik bisnis karaoke, dan Hotman Paris Hutapea yang merupakan pengacara sekaligus pengusaha kelab malam.

Lantas, apakah aturan pajak hiburan itu masih bisa diubah?

Penjelasan Kemenparekraf

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) hingga saat ini masih menunggu judicial review Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno juga mengaku masih akan mendiskusikan tarif pajak hiburan bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Inul Daratista, dan Hotman Paris pada Senin (22/1/2024).

"Prosesnya ini (Judicial Review) baru pada 3 Januari 2024 dimasukkan dan sedang dipersiapkan jadwal pembahasannya. Jadi mohon kita bersabar, dan di saat yang sama mari kita gunakan kesempatan ini untuk berdiskusi," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/1/2024).

Menparekraf memastikan kebijakan pemerintah akan berpihak pada pemberdayaan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.

Oleh karena itu, ia membuka ruang diskusi sepenuhnya untuk menemukan solusi seperti kemungkinan menghadirkan insentif-insentif yang dapat meringankan pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif khususnya di bidang hiburan.

"Ini tentunya sudah masuk ke dalam ranah hukum dan apa yang Kemenparekraf bisa lakukan adalah menyuarakan, memfasilitasi, dan membangun kolaborasi dengan seluruh pihak termasuk pemerintah daerah," kata dia.

Sandiaga juga mengajak agar seluruh pihak dapat bersabar dan duduk bersama mewujudkan situasi yang kondusif untuk seluruh ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif.

DPRD DKI minta pajak hiburan dikoreksi

Sementara itu, DPRD DKI meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta bisa mengoreksi kenaikan pajak hiburan yang mencapai 40 persen.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (Pras) mengatakan bahwa tarif pajak hiburan itu masih bisa dikoreksi.

"Makanya itu kan bisa dikoreksi," kata dia, dilansir dari Antara.

Pras mengatakan, pihaknya akan melaksanakan rapat pimpinan bersama Bapenda DKI terkait kenaikan pajak hiburan tersebut.

Dia berpendapat, pemerintah daerah sudah seharusnya bijak memutuskan hal tersebut dengan melihat demografi agar tidak menimbulkan pengakhiran hubungan kerja (PHK) karyawan di dalamnya.

"Sekarang kan naik sampai ke 40 persen, pertanyaannya pemerintah juga harus melihat, kan beda-beda Jakarta, Jawa Barat, dan Surabaya," terangnya.

"Kalau 40 persen mati bos orang pada tutup, PHK," imbuh Pras.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengaku telah memberikan wadah bagi pelaku usaha yang merasa keberatan dengan pajak hiburan terbaru.

"Wajib pajak bisa menyampaikan keberatan. Kita sampaikan kepada mereka agar bersurat ke pemda kabupaten/kota se-Bali karena ruang (keberatan) itu ada," kata dia dalam The Weekly Brief With Sandi Uno, Senin.

Nantinya, Dinas Pariwisata Bali akan meminta tembusannya untuk selanjutnya disampaikan ke gubernur (Pj Gubernur).

Pajak hiburan menjadi kebijakan Pemda

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menyatakan, kebijakan besaran Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) merupakan kewenangan pemerintah daerah (pemda).

"Pajak hiburan itu adalah pemerintah daerah," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, dilansir dari Kompas.com, Rabu.

Dwi menjelaskan, pemerintah pusat hanya menentukan besaran minimal dan maksimal PBJT.

Sementara yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, seperti besaran pasti PBJT menjadi kewenangan pemerintah daerah sepenuhnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/01/17/210000365/pemprov-mulai-tetapkan-pajak-hiburan-apakah-masih-bisa-diubah-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke