Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menteri-Wali Kota Tak Perlu Mundur Saat Maju Pilpres Tidak Bertentangan dengan UU, tapi...

Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

PP Nomor 53 tahun 2023 ditandatangani Presiden Jokowi di Jakarta pada 21 November 2023.

Dalam aturan tersebut, presiden, wakil presiden, MPR, DPR, DPD, menteri atau pejabat setingkat menteri, serta kepala dan wakil kepala daerah tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya meskipun mengikuti Pilpres.

Menteri atau pejabat setingkat menteri yang dicalonkan ke Pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden jika akan melakukan kampanye.

Aturan Jokowi tidak bertentangan dengan UU

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengungkapkan PP Nomor 53 Tahun 2023 yang diteken Jokowi tidak menentang aturan di atasnya.

"Aturan PP itu tidak boleh bertentangan dengan hierarki aturan di atasnya di Indonesia," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (25/11/2023).

Ujang menilai, tidak ada aturan Undang-Undang (UU) di atas Peraturan Pemerintah (PP) yang mewajibkan menteri dan pejabat setingkat menteri mundur dari jabatannya meski dicalonkan di Pilpres.

Kondisi ini dimanfaatkan Jokowi untuk membuat aturan baru melalui PP No. 53 Tahun 2023.

"Yang isinya menteri, wakil menteri, pejabat daerah tidak mundur (dari jabatan tapi) dipersilahkan cuti selama masa kampanye berlangsung," lanjutnya.

Ujang tidak menampik keputusan Jokowi ini memiliki tujuan tertentu yang akan merugikan atau menguntungkan suatu pihak.

Keputusan tersebut bisa saja menguntungkan pihak yang didukung Jokowi sehingga punya lebih besar peluang untuk menang.

Di saat yang sama, PP No. 53 Tahun 2023 bisa merugikan pihak lain yang menjadi lawan politik dari orang yang diuntungkan aturan tersebut.

Ini karena pejabat yang mengajukan cuti selama kampanye Pilpres 2024 akan bisa kembali menempati posisinya jika dia kalah di pemilihan.

Sementara kalau wajib mundur dari jabatannya, pejabat tersebut akan kehilangan jabatan yang sebelum kampanye dia emban.

"Cuti bisa aktif lagi, bisa menjabat di posisinya lagi. Kalau disuruh mundur, kalau kalah (Pilpres), hilang dua-duanya tidak bisa menjabat lagi," tambah Ujang.

Dia menduga keputusan ini sebagai bentuk upaya Jokowi menguntungkan menteri atau kepala daerah yang maju ke Pilpres 2024.

Kalau menteri atau kepala daerah yang cuti selama kampanye Pilpres tersebut gagal menjadi presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024, maka mereka bisa menjabat lagi di posisi sebelumnya.

"Ya itu konsekuensi dalam negara kita," imbuh Ujang.

"Selama tidak berbenturan, selama tidak bertabrakan aturannya, tidak dilarang oleh aturan di atasnya, maka di situlah peluang untuk membuat aturan tersebut," pungkasnya.

Sebagai catatan, pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024 berlangsung pada 19 Oktober-25 November 2023.

Sementara masa kampanye pemilihan umum (Pemilu) 2023 baru berlangsung pada 28 November 2023-10 Februari 2024.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/26/093000665/menteri-wali-kota-tak-perlu-mundur-saat-maju-pilpres-tidak-bertentangan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke