KOMPAS.com - Kekeringan parah telah membuat Sungai Amazon di Brasil berada dalam keadaan darurat.
Pasalnya, tingkat air di sungai dan danau di seluruh lembah sungai tersebut turun ke titik terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya pada September 2023.
Kekeringan di Sungai Amazon tersebut membatasi pergerakan orang dan barang dengan perahu. Akibatnya hal itu semakin mempersulit masyarakat terpencil untuk mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan sehingga membuat ribuan orang menghadapi kekurangan air dan makanan.
Dilansir dari Mongabay, selain krisis kemanusiaan, kekeringan parah juga menjadi penyebab kematian banyak ikan dan lumba-lumba di Sungai Amazon.
Amazon menerima lebih sedikit curah hujan sepanjang tahun ini.
Panjangnya musim kemarau 2023 dan adanya hambatan pembentukan awan mengurangi curah hujan yang sudah rendah di wilayah tersebut.
Faktor kekeringan sungai Amazon
Salah satu fenomena alam yang menjadi faktor kekeringan di Sungai Amazon adalah El Nino.
El Nino yaitu pemanasan abnormal pada permukaan perairan Samudera Pasifik khatulistiwa yang menghasilkan arus udara dari timur ke barat di atas hutan hujan Amazon.
Faktor selain El Nino adalah pemanasan perairan tropis utara Samudera Atlantik yang menciptakan angin utara-selatan melintasi ekosistem besar berisi flora dan fauna (bioma). Arus udara inilah yang menjadi penghambat terbentuknya awan hujan.
Ahli meteorologi dan peneliti Institut Nasional Penelitian Amazon (INPA) Renato Cruz Senna mengatakan, dua fenomena yang terjadi bersamaan tersebut membuat Amazon mengalami kekeringan lebih hebat dan juga berdampak pada wilayah bioma Amazon yang lebih luas.
Tingkat kritis Sungai Amazon kini menjadi masalah besar.
Navigasi sungai adalah metode transportasi utama untuk melintasi hutan hujan terbesar di dunia dan satu-satunya sarana akses bagi banyak komunitas, terutama di bagian barat bioma yang memiliki sedikit koneksi jalan raya.
Tak hanya itu, arus sungai yang surut untuk kapal reguler yang memasok makanan dan barang-barang penting ke seluruh wilayah Brasil membuat pihak berwenang membatasi 90 persen pengoperasian kapal dan memerintahkan pengurangan kapasitas kargo hingga setengahnya.
Lumba-lumba berwarna merah muda dan abu-abu di Sungai Amazon adalah spesies yang terancam punah dan merupakan salah satu dari sedikit lumba-lumba air tawar yang ditemukan di dunia.
Dikutip dari AlJazeera, Selasa (3/10/2023), 120 bangkai lumba-lumba ditemukan mengambang di anak Sungai Amazon selama seminggu terakhir dalam keadaan yang diduga para ahli disebabkan oleh kekeringan parah dan panas.
Kelompok penelitian di Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi Brasil, Institut Mamiraua, mengatakan bahwa dua lumba-lumba mati ditemukan hari Senin (4/10/2023) di wilayah sekitar Danau Tefe.
Para ahli percaya suhu air yang tinggi kemungkinan besar menjadi penyebab kematian karena suhu sejak minggu lalu telah melebihi 39 derajat Celsius.
Media lokal melaporkan, bahwa ribuan ikan juga mati di Sungai Amazon akibat dari kekeringan ini.
“Kami telah mendokumentasikan 120 bangkai dalam seminggu terakhir,” kata peneliti di Mamiraua Institute, Miriam Marmontel.
Lumba-lumba di Sungai Amazon sebagian besar berwarna merah jambu mencolok merupakan spesies ikan air tawar unik yang hanya ditemukan di sungai daerah Amerika Selatan dan merupakan salah satu dari segelintir spesies lumba-lumba air tawar yang tersisa di dunia.
Siklus reproduksi lumba-lumba yang lambat membuat populasi mereka sangat rentan terhadap ancaman.
Marmontel mengatakan, sekitar delapan dari 10 bangkai lumba-lumba yang ditemukan adalah lumba-lumba merah jambu dan dalam bahasa Brasil disebut dengan Boto.
Bangkai lumba-lumba tersebut mewakili 10 persen dari perkiraan sisa populasi mereka di Danau Tefe.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/13/111500365/update-kekeringan-di-sungai-amazon-apa-yang-terjadi-