Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bandara Terseram di Dunia, Hanya 24 Pilot yang Berani Mendarat di Sini

KOMPAS.com - Bandara Internasional Paro (PBH) di Bhutan masuk dalam daftar bandara paling berbahaya di dunia.

Tercatat, hanya segelintir pilot tersertifikasi yang boleh mendaratkan pesawat di bandar udara dengan ketinggian 18.000 kaki atau sekitar 5.400 meter di atas permukaan laut ini.

Dilansir dari Simple Flying (10/5/2023), pilot harus melewati lembah yang panjang dan berkelok-kelok untuk menuju landasan pacu pendek dengan panjang hanya 7.431 kaki atau 2.265 meter.

Tak sampai di situ, landasan pacu juga hanya terlihat beberapa saat sebelum mendarat, dan pilot dituntut mengandalkan mata untuk mendaratkan pesawat tanpa bantuan apa pun.

Topografi alami membuat semua proses jadi manual

Topografi alami di area bandara tidak memungkinkan maskapai penerbangan untuk mendarat menggunakan sistem pendaratan terpandu yang menjamin tingkat keamanan lebih tinggi.

Alhasil, pilot harus terbang sepenuhnya dalam mode manual, sesuai prosedur pendaratan yang telah dirancang pilot berpengalaman dan produsen pesawat.

Prosedur landing atau mendarat ini amat ditentukan kecepatan dan ketinggian, di mana pesawat harus berada di titik pemeriksaan tengara visual tertentu saat mendekati Paro.

Dikutip dari The Jerusalem Post, Senin (21/8/2023), nantinya pemancar di darat akan mengirimkan sinyal ke pesawat.

Sinyal tersebut kemudian digunakan sebagai panduan horizontal dan vertikal, yang memungkinkan pilot mendarat dengan aman meski berada dalam kondisi jarak pandang rendah.

Kendati demikian, tetap saja, satu-satunya perangkat yang dapat diandalkan di Bandara Faro  adalah mata pilot.

Alasan ini pula yang membuat bandara hanya memperbolehkan penerbangan pada siang hari dengan jarak pandangan baik, termasuk bebas dari awan dan angin kencang.

30 detik krusial oleh 24 pilot

Hingga kini, hanya sekitar 24 pilot tersertifikasi yang boleh mendaratkan pesawat di Bandara Internasional Paro.

Di antara pilot tersebut, sebagian besar merupakan bagian dari maskapai penerbangan milik negara, Drukair atau kerap disebut Royal Bhutan Airlines.

Bukan hanya manual, para pilot masih perlu mewaspadai tiang listrik dan atap rumah di lereng bukit saat bermanuver antar-pegunungan dengan sudut 45 derajat sebelum turun dengan cepat ke landasan pacu.

Padahal, putaran terakhir sebelum pesawat mendarat hanya dilakukan sekitar 30 detik hingga akhirnya roda pesawat menyentuh landasan.

Pilot yang diizinkan mendarat di Paro pun wajib menjalani pelatihan ketat, termasuk berhasil menjalankan simulator, serta lepas landas dan mendarat di tempat menggunakan pesawat tanpa penumpang.

Tidak seperti pesawat ringan, pesawat penumpang besar tidak dirancang untuk melakukan manuver ekstrem seperti di Bandara Paro.

Oleh karenanya, pendaratan tersebut tergolong sulit dilakukan, bahkan bagi pilot berlisensi dengan banyak pengalaman di rute yang sama.

Awalnya dibangun untuk militer India

Bandara Internasional Paro semula dibangun sebagai landasan udara untuk operasi helikopter panggilan Angkatan Bersenjata India atas nama Pemerintah Kerajaan Bhutan pada akhir tahun 1960-an.

Maskapai penerbangan pertama di negara itu, Drukair, baru didirikan pada 1981 dan meresmikan penerbangan berjadwal dua tahun kemudian.

Kala itu, Drukair bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan bandara, sebelum Departemen Penerbangan Sipil Bhutan berdiri pada 1986 dan mengambil alih hingga saat ini.

Dengan sekitar 25 pilot asli Bhutan dan 10 pilot ekspatriat, tidak semua telah disertifikasi untuk mendaratkan pesawat di Paro.

Bandara Paro sendiri melayani tujuan domestik dan internasional seperti Bangkok, Thailand.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/08/23/133000765/bandara-terseram-di-dunia-hanya-24-pilot-yang-berani-mendarat-di-sini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke