Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Muncul Petisi Para Dosen Desak Mendikbud Batalkan Aturan Baru Penilaian Angka Kredit

KOMPAS.com - Petisi yang mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) untuk membatalkan batas akhir pengisian data Tridarma Penilaian Angka Kredit (PAK) untuk para dosen baru-baru ini ramai menjadi perhatian publik.

Hingga Selasa (11/4/2023) pukul 18.00 WIB, petisi yang muncul di laman change.org itu telah ditandatangi oleh 4.009 orang dari target 5.000 tanda tangan.

Ada empat poin tuntutan para dosen atas aturan baru PAK tersebut, yakni:

Sanksi pengisian data

Dalam penjelasannya, pembuat petisi menyoroti sosialisasi Dirjen Dikti Ristek terkait kebijakan baru yang memaksa para dosen untuk memasukkan data ulang tridarma secara manual.

Apalagi, kebijakan itu memiliki tenggat waktu yang sangat sempit, yakni 15 April 2023.

Jika para dosen tidak segera mengisi data hingga batas waktu yang ditentukan, maka mereka akan mendapat sanksi tegas berupa penghapusan seluruh kredit tridarma yang diperolehnya.

Padahal, seluruh data triadarma ini juga secara rutin telah diinputkan oleh para dosen ke aplikasi Sister (Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi).

Disebutkan bahwa kebijakan tentang PAK ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023.

"Di sini, yang dianggap memiliki jabatan fungsional adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Tapi Dirjen Dikti Riset malah memperluas definisi ini untuk semua dosen, baik yang berstatus ASN maupun yang bekerja di pergurutan tinggi swasta," tulis pembuat petisi.

"Sehingga, peraturan yang ditujukan untuk ASN diberlakukan untuk semua dosen, termasuk dosen perguruan tinggi swasta," sambungnya.

Di akhir petisi, tertulis sejumlah nama dosen dari berbagai kampus, termasuk di antaranya adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto.

Sigit menilai, kebijakan ini semakin memberatkan para dosen yang terjebak dalam aturan dan birokrasi yang tidak relevan.

Ia pun mempertanyakan tujuan dari aturan yang dikeluarkan tanpa melalui dialog dengan para dosen.

"Apa tujuan aturan yang menyusahkan dosen se-Indonesia, tanpa pernah ada dialog, public hearing, sosialisasi, atau expose naskah akademik yang jadi dasar lahirnya regulasi," kata Sigit kepada Kompas.com, Selasa (11/4/2023).

"Siapa yang sebenarnya mendapat manfaat dari aturan ruwet dan ridak adil ini? Banyak dosen yang dirugikan dari sisi regulasi dan prosedur yang baru tersebut," sambungnya.

Untuk itu, ia kembali menegaskan agar Mendikbud Ristek segera membatalkan aturan tersebut, serta menyederhanakan regulasi dan prosedur PAK.

Menurutnya, pendidikan tinggi dan akademisi memiliki karakteristik profesi yang berbeda dengan jabatan administratif birokratis.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/11/203000765/muncul-petisi-para-dosen-desak-mendikbud-batalkan-aturan-baru-penilaian

Terkini Lainnya

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Tren
Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke