Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pentingnya "E-Leadership" Menyambut 2023

Mengelola SDM yang penuh dengan energi pasti memerlukan tingkat ketangkasan yang tinggi. Semakin berkembangnya zaman, peran dari c (hief)-level dalam konteks digital pun berubah seiring dengan perkembangan waktu. Pemimpin harus mampu merangkul kompleksitas, melibatkan berbagai stakeholders, dan memimpin lintas batas fisik, ruang, dan waktu.

Sayangnya, saat ini banyak pemimpin yang masih berjibaku bagaimana caranya menjadi pemimpin yang efektif di dunia maya, terutama di aspek komunikasi yang selama ini jadi penghambat utama. Komunikasi yang buruk membuat pekerjaan menjadi tidak optimal.

Studi dari Garter, sebuah firma dari AS, komunikasi yang buruk jadi penyebab utama 70 persen corporate error. Kepemimpinan sendiri mengacu pada interaksi antara seorang pemimpin dengan pengikutnya, di mana pemimpin mengarahkan dan mengarahkan pengikutnya untuk melakukan pekerjaan.

Kepemimpinan berarti memengaruhi orang untuk bertindak atas nama tujuan organisasi, kelompok, atau mungkin tujuan pribadi pemimpin. Dengan perkembangan dan inovasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti e-commerce dan internet, muncul gaya manajemen baru yang disebut e-leadership. Salah satu kajian kepemimpinan yang membahas tentang bagaimana peran pemimpin di era digital adalah kajian e-leadership.

E-Leadership membahas bagaimana menjadi pemimpin efektif di dunia virtual. Tujuan dari kepemimpinan virtual ialah memberikan panduan arahan dan pedoman orang-orang dari jarak jauh untuk melakukan berbagai macam pekerjaan dan menyelesaikan tujuan organisasi bersama-sama.

Tahun 2000, Avolio, Kahai, dan Dodge memperkenalkan istilah e-leadership, atau electronic leadership, dalam artikel ilmiahnya yg berjudul "E-leadership: Implications for Theory, Research and Practice", yang diterbitkan dalam majalah ilmiah Leadership Quarterly. Menurut artikel yang menjadi referensi utama para peneliti manajemen, di era digital saat ini, e-leadership terjadi dalam konteks e-environment, di mana seseorang bekerja dengan bantuan internet dan teknologi informasi.

Konteksnya tetap sama, yakni memimpin dengan pengaruh. Tetapi, media dan caranya yang berubah. "In that case, e-leadership is a social influence process, mediated by technology, to produce a change in attitudes, feelings, thinking, behaviour, and performance with individuals, groups, or organisations to direct them toward achieving a specific goal".

Pemimpin virtual memberi arahan kepada pengikutnya dari jarak jauh untuk melakukan misi, pekerjaan, dan petunjuk untuk mencapai tujuan bersama. Para e-leaders menggunakan teknologi masa kini untuk meningkatkan performa pekerjaan hingga menemukan model bisnis baru.

Komunikasi yang dilakukan dengan media elektronik antar e-leaders dan e-followers menggantikan interaksi tatap muka tradisional yang selama beberapa dekade ke belakang dilakukan. Pemimpin virtual wajib memiliki keterampilan dalam aspek komunikasi media digital.

Gaya kepemimpinan e-leadership menjadi sebuah solusi yang efektif ketika seorang pemimpin dan anggotanya tidak dapat bertemu sama sekali karena kendala jarak. Instruksi komunikasi dan koordinasi semuanya mengandalkan teknologi digital dengan berbagai kompleksitasnya.

Tahun 2022, Ragan Communication, firma konsultan komunikasi korporat, membuat riset tentang alat komunikasi digital yang digunakan para pemimpin. Mereka menemukan bahwa email (74 persen) menjadi alat komunikasi utama di dunia maya. Sebanyak 57 persen mengatakan tingkat engagement anggota baik (good) ketika menggunakan email. Ini cukup menjadi modal yang baik bagi leader, namun perlu meningkatkan kapasitas agar engagement anggota berubah dari good menjadi great.

E-leadership juga sangat berhubungan ketika bicara mengenai fenomena dunia e-commerce, di mana dari produsen hingga konsumen transaksi dapat terjadi karena adanya pengaplikasian dan implementasi dari e-leadership itu sendiri.

Apalagi dalam beberapa tahun terakhir para pemimpin lintas sektor dari berbagai macam perusahaan perlu eskalasi dan mengembangkan bisnisnya di luar Indonesia. Mereka harus mengembangkan jangkauan global dari korporasinya untuk mengembangkan bisnis di luar Indonesia. Karenanya pemimpin saat ini pun di saat yang bersamaan dituntut untuk terus dapat melakukan inovasi yang mengandalkan teknologi informasi dan digital.

Melihat situasi saat ini, yang mana segala sesuatu harus dilakukan serba cepat, rasanya pendekatan kepemimpinan konvensional maupun tradisional yang mengedepankan struktur dan hierarki tidak lagi efektif di era digital terutama dalam memimpin dan mengelola bisnis untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.

Kebutuhan komunikasi saat ini melampaui kepemimpinan zaman dulu dan menghendaki praktik dari e-leadership sebagai pendekatan gaya kepemimpinan baru.

Menjadi E-Leaders Efektif

Saya berkeyakinan, saat ini para pemimpin virtual sedang terus belajar dan beradaptasi. Lalu, bagaimana caranya agar dapat menjadi e-leaders yang lebih baik?

Pertama, kompetensi komunikasi lisan dan tulisan agar terus diasah. Punya keterampilan komunikasi yang baik merupakan modal utama pemimpin virtual. Bukan hanya seberapa banyak pemimpin berkomunikasi, tetapi tetap menjaga kualitas komunikasi juga jadi faktor penting.

Menurut studi dari RW3 Culture Wizard 2022, sebanyak 40 persen  responden masih menemui kesulitan soal kualitas komunikasi. Alhasil, kreativitas dan produktivitas terhambat, sehingga leaders harus terus mengasah kompetensi mereka agar tidak menghambat inovasi.

Kedua, harus memiliki keterampilan menggunakan jejaring sosial, mengelaborasi interaksi antar pengikut dan pemimpin merupakan tantangan tersendiri. Sulitnya menangkap respon emosi dan psikologis menjadi hal yang perlu terus diasah.

E-leaders perlu belajar untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap cara pandang serta cara berpikir dari anggotanya. Terlebih hadirnya perbedaan budaya, ekonomi dan sosial dari para anggota organisasi. Jejaring sosial menjembatani kebutuhan pemimpin untuk memahami anggota dan pengikutnya.

Mary Barra, Direktur Utama General Motors, adalah salah satu dari banyak CEO yang aktif bermedia sosial. Dia punya lebih dari satu juta pengikut di LinkedIn dan lebih dari 40 ribu di Twitter. Dia aktif mempromosikan produk, value, dan isu yang menjadi fokusnya. Mary konsisten melakukan itu, setidaknya satu bulan sekali dia menulis artikel di LinkedIn. Pengikutnya pun jadi paham tentang value dan produk dari General Motors.

CEO dari Raymond Limited, Sanjay Behl, mengakui dampak media sosial terhadap dirinya. Media sosial membuatnya bisa mengenal lebih dekat konsumennya dan mengetahui apa yang mereka pikirkan.

Sanjay juga mendapat feedback tentang produknya, yang membuatnya dapat meningkatkan kualitas produk perusahaannya. Singkatnya, media sosial memberikan manfaat yang besar bagi para leaders, baik untuk personal maupun level organisasi.

Ketiga, e-leaders perlu memiliki kemampuan teknis menggunakan berbagai perangkat digital dengan sangat baik. Memberi arahan, komando, dan mengendalikan pengikut melalui media elektronik merupakan keterampilan wajib dari praktek e-leadership.

Sesederhana bagaimana mengoperasikan Zoom, Slack, Google Meet, dan lain-lain. Meskipun CEO memiliki semacam sekretaris atau asisten, memahami mengoperasikan berbagai perangkat teknologi juga memiliki manfaatnya sendiri.

Keempat, e-leaders harus mengasah kreativitas dan terus inovatif dalam memanfaatkan hadirnya berbagai teknologi baru yang hadir setiap saat. Kita sekarang ada di era eksponensial. Teknologi baru tercipta selagi kita melakukan aktivitas. Berinovasi bukan lagi sebuah dorongan sukarela, melainkan kewajiban.

Namun, menurut studi HLB 2022, hampir 60 persen pemimpin lebih percaya diri dengan kemampuan mereka berinovasi. Ditambah lagi, 93 persen pemimpin lebih percaya diri menantang cara lama menyelesaikan pekerjaan di organisasinya.

Kelima, kecerdasan spasial di mana paham bekerja dan berpikir melintasi batas budaya, hierarki, ruang, dan waktu. Terkadang anggota merasa terganggu dengan pengiriman email yang tak kenal waktu. Tetapi, leader harus rajin memonitor dan mengawasi interaksi para anggotanya untuk menjaga kualitas pekerjaan. Ini mengakibatkan ketegangan antara leaders dan anggota.

Bobbi Thomason dan Jennifer Franczak dalam artikelnya "3 Tensions Leaders Need to Manage in the Hybrid Workplace" yang dimuat di Harvard Business Review menemukan cara yang tepat untuk masalah tersebut. Bagi leader yang memiliki standar jam kerja yang berbeda, bisa menuliskan dalam email seperti ini: “My working hours may not be your working hours. Please do not feel the need to respond outside of your working hours.”

Dengan menerapkan komunikasi seperti ini, leaders menciptakan sekaligus menghormati budaya anggota mereka.

Keenam, e-leader wajib punya global mindset dan multikultural. Ia bekerja lintas negara, provinsi, kota dengan latar belakang anggota dari budaya yang berbeda. Mereka harus beradaptasi dengan budaya tempat coworker berada.

Penyesuaian ini wajar karena setiap wilayah memiliki kultur berbeda. Satu hal yang perlu dilakukan pemimpin adalah menciptakan lingkungan aman agar anggota dari beragam budaya dapat menyuarakan kekhawatiran mereka dengan luwes.

Survei dari SHRM 2022 menemukan dampak yang positif ketika anggota diberikan ruang yang aman. Secara global, 82 persen anggota merasa nyaman mengomunikasikan pendapat mereka tentang pekerjaan sehari-hari. Bahkan, 82 persen anggota nyaman berkomunikasi dengan manajernya terkait pekerjaan. Kultur komunikasi seperti itu yang perlu pemimpin bangun.

Ketujuh, kemampuan mengorganisasi SDM dengan baik agar pengelolaan pekerjaan yang dilakukan secara virtual berjalan efektif dan efisien. Agar pemimpin dapat memastikan anggotanya bekerja dengan aktif dan baik, studi dari Frank Siebdrat, Martin Hoegl and Holger Ernst (2009) mendorong anggota untuk menguatkan self-leadership mereka.

Bekerja virtual tidak memungkinkan pemimpin mengawasi langsung bagaimana anggotanya bekerja, sehingga anggota harus menunjukkan rasa tanggung jawab dan komitmennya.

Kedelapan,e-leader harusnya punya manajemen waktu yang matang. Ia harus standby dan bekerja 24x7, kapan saja dan di mana saja. Tidak ada batas working hour seperti layaknya tatap muka.

Meskipun leader mungkin tidak bisa membantu langsung, tetapi ‘kehadiran’ mereka dapat membuat anggota lebih nyaman dalam bekerja. Anggota menjadi sadar bahwa pemimpin mereka selalu standby.

Apalagi, menurut studi Gallup 2019, pemimpin tim dan manajer berkontribusi 70 persen terhadap engagement anggotanya. Alhasil kehadiran pemimpin menjadi penting bagi anggota.

Yang Wajib Dilakukan E-Leaders

E-leaders harus lebih agile dan fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian dan perubahan dalam lingkungan profesional, bisnis, dan teknologi. Faktanya, menurut riset dari Francoise Contreras, Elif Baykal, and Ghulam Abid (2020), perusahaan yang memiliki e-leadership yang baik akan memandang teleworking sebagai kesempatan untuk meningkatkan produktivitas.

Karena itu, leaders harus terus update terhadap perkembangan dunia dan terus memberdayakan serta mengembangkan orang-orangnya agar lebih siap menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Dengan begitu, organisasi juga terus berinovasi. Di samping itu, leader harus terus mengembangkan dirinya untuk relearn and unlearn. Belajar dari berbagai pelatihan yang relevan. Hal ini dilakukan agar pemahaman terkait perkembangan teknologi digital dan informasi adalah basis utama dari e-leadership.

Menurut Robert Glazed dalam artikelnya yang berjudul "Leaders Must Always be Improving", ketika leader terus mengembangkan diri, anggota yang lain juga akan termotivasi untuk mengembangkan diri. Hal itu akan mendorong terciptanya budaya untuk terus berkembang.

Selain itu, e-leaders tidak boleh meniadakan komunikasi tatap muka. Ini sangat krusial karena reaksi, emosi, dan ekspresi merupakan modal harmonisasi dari sebuah hubungan profesional. Instruksi akan berjalan baik apabila ‘face-to-face communication’ tetap dilestarikan dalam praktik komunikasi virtual.

Memberi motivasi dan semangat pun harus dilakukan dengan cara tatap muka antara pemimpin dan pengikutnya. Komunikasi face-to-face juga membantu mengurangi kesalahpahaman.

Menurut studi Project.co tahun 2020, sebesar 63 persen orang melewatkan pesan atau informasi penting yang masuk ke kotak masuk kolega saat kolega tersebut pergi atau tidak ada. Karena itu, komunikasi face-to-face masih menjadi faktor penting.

Menurut Brent Gleeson dalam artikelnya di Forbes, dunia virtual telah menebalkan dinding yang sebelumnya telah ada, seperti tegangnya suatu hubungan, sehingga yang cukup penting juga adalah pemimpin perlu membiasakan untuk over communicate.

Keseimbangan antara faktor teknis (task-oriented) dan faktor humanis (people-oriented) menjadi faktor keberhasilan seorang pemimpin virtual (e-leader). Nantinya, dengan perkembangan teknologi terbaru, dunia kerja pun pasti akan berubah lagi.

Apalagi, saat ini metaverse terus dikembangkan dan sudah ada beberapa perusahaan yang memanfaatkan metaverse seperti Gucci, BMW, Nike, Coca Cola, Louis dan Vutton.

Kebutuhan agar pemimpin menjadi e-leaders menjadi semakin tinggi. Pemimpin sudah sepantasnya menjadi e-leaders agar organisasi dan perusahaannya terus berkembang dan berdaya secara eksponensial!

https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/10/145509165/pentingnya-e-leadership-menyambut-2023

Terkini Lainnya

Link Download Logo dan Tema Hari Kebangkitan Nasional 2024

Link Download Logo dan Tema Hari Kebangkitan Nasional 2024

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 61 Orang Meninggal, Potensi Bencana Susulan Masih Ada

UPDATE Banjir Sumbar: 61 Orang Meninggal, Potensi Bencana Susulan Masih Ada

Tren
7 Sarapan Sehat untuk Usia 50 Tahun, Diyakini Bikin Panjang Umur

7 Sarapan Sehat untuk Usia 50 Tahun, Diyakini Bikin Panjang Umur

Tren
5 Update Kasus Pembunuhan Vina, Bareskrim Turun Tangan dan Dugaan Kejanggalan BAP

5 Update Kasus Pembunuhan Vina, Bareskrim Turun Tangan dan Dugaan Kejanggalan BAP

Tren
Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Tren
Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah Per Hari Selama Sebulan?

Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah Per Hari Selama Sebulan?

Tren
3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Tren
Pesona Air Terjun

Pesona Air Terjun

Tren
Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Tren
Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Tren
Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke