Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tapak Tilas Riwayat Kombinatorika

Demi agak bertanggung jawab atas kehormatan besar tersebut saya memaksakan diri untuk berusaha mempelajari satu di antara cabang misterius matematika yang disebut kombinatorika itu.

Tentu saja apa yang saya pelajari tentang kombinatorika acak bahkan kacau balau sehingga jauh dari ketertiban sistematis maka hasilnya jauh panggang dari api.

Istilah kombinatorika yang saya gunakan juga saya paksakan sebagai indonesiasi istilah bahasa Inggris yang aslinya adalah combinatorics.

Saya juga tidak berani masuk ke dalam wilayah rumusan dan teoritis kombinatorika namun sekadar berkeliaran sambil meraba-raba pada wilayah apa kata orang tentang asal muasal alias sejarah kombinarotika.

Maka wajar dalam napak tilas riwayat kombinatorika, saya melakukan banyak kekeliruan.

Konon menurut kata para arkeomatematikawan/wati pendayagunaan teknik kombinatorika pertama kali tersurat pada sebuah dokumen papirus yang ditemukan di Yunani yang sementara ini disepakati berasal dari abad XVI bukan setelah namun sebelum Masehi.

Gagasan kombinatorikal yang dibahas pada dokumen papirus tersebut adalah tentang serial geometrik mirip pemikiran kalkulasi angkamologis Fibonacci tentang angka 1 dan 2 yang dijumlah-jumlahkan secara sekuensal.

Plutarch menengarai bahwa Xenokratres dari Chalcedon (397-314 sebelum Masehi) sudah mampu menghitung jumlah kemungkinan beragam sylabel di dalam bahasa Yunani dengan menggunakan teknik kombinatorika yang pada hakikatnya merupakan upaya awal untuk memecahkan problema rumit permutasi dan kombinasi.

Namun hasil hitungan kombinatorika yang ditemukan, yaitu 1.002 x 10 pangkat 12 terkesan agak dipaksakan secara sekedar hipotesis ketimbang kalkulasi akurat.

Kemudian perdebatan antara Chrysippus dan Hipparchus pada sekitar abad III dan II sebelum Masehi secara cenderung berkisar pada problem numeratif rapuh yang kemudian dianggap mirip sukma angkamologi Scroeder-Hipoarchus.

Kemudian ditemukan bukti bahwa Archimedes gemar bermain dengan teka-teki tiling, sementara pemikiran kombinatorika juga menyelinap hadir pada karya-karya matematikal Apollonius.

Di India, teks di dalam Bhagavari Sutra pertama kali menyebut sebuah masalah kombinatorikal berupa pertanyaan tentang berapa banyak kombinasi antara satu, dua, tiga dan seterusnya sampai enam citarasa yang beda satu dengan lainnya seperti manis, asin, asam, pedas, pahit, getir, Bhagavari Suta juga membahas tentang fungsi.

Pada abad II sebelum masehi, Pingala memuat problematika angkamologis di dalam Chandra Sutra yang mempermasalahkan berapa jumlah cara sebuah metrik enam silabel dapat dibuat dari catatan panjang dan pendek di mana n catatan panjang dan k catatan pendek merupakan ekuivalen untuk menemukan koefisien binomial.

Gagasan Bhagavati Sutra kemudian digali lalu dirangkum pada tahun 850 oleh mahamatematikawan India, Mahavira.

Demikian pula pemikiran Lingsis dikembangkan oleb Bhaskara para tahun 1100 Masehi sebagai generalisasi fungsi piligan yang sebenarnya sudah dikedepankan sebelumnya oleh Brahmagupta.

Di dalam buku I Ching tampil sebuah heksagram sebagai pernutasi dengan repetisi terhadap enam baris di mana setiap baris bisa bersifat solid atau bersifat tidak solid (dashed) yang serupa tapi tak sama dengan sistem binarial komputer.

Menurut perhitungan I Ching jumlah kemungkinan heksagram seperti ini adalah 2 pangkat 6, yaitu 64.

Pada sekitar abad 1 Masehi para matematikawan China berhasil memecahkan problem Lu Hsu selaras jurus enumerativ kombinatorika.

Magic Square digemari para matematikawan China terutama dengan pengembangan 3X3 square pada kurun waktu di antara abad IX sampai dengan XIII Masehi.

Para matematikawan Arab terinsiprasi matematika India tentang binomial koefisien serta menemukan hubungan ke ekspansi polinomial.

Sementara Ab? Bakr ibn Mu?ammad ibn al ?usayn Al-Karaji (c.953-1029) menulis teori binomial dan segitiga Pascal serta memperkenalkan argumentasi induksi matematikal sebagai landasan kombinatorika.

Insan pertama yang menggunakan istilah kombinatorika adalah pemikir dan matematikawan Jerman, Gottfried Wilhelm Leibniz di dalam naskah “Dissertatio de Arte Combinatoria “ yang dipublikasikan pada tahun 1666.

Segenap fakta terkait riwayat kombinatorika membuktikan bahwa masyarakat Yunani, Jerman, India, China dan Arab memiliki matematika bangsa mereka masing-masing yang membuat saya makin yakin bahwa masyarakat Indonesia yang dahulu disebut Nusantara juga pasti memiliki matematika Indonesia.

Tanpa matematika mustahil bangsa Indonesia mampu membangun candi Borobudur, Prambanan, irigasi sawah, perahu phinisi, Gunung Padang, pura Tanah Lot, layang-layang Khagati, arsitektur Pagar Ruyung, pantun, tari Bedaya dan mahakarya kebudayaan Nusantara lain-lainnya.

Insya Allah, dengan gelora semangat kebanggaan nasional, bangsa Indonesia akan menggali, meneliti dan mengembangkan matematika termasuk kombinatorika Indonesia sebagai warisan kebudayaan Indonesia berdiri sama tinggi duduk sama rendah dengan warisan kebudayaan bangsa-bangsa mana pun di marcapada ini. MERDEKA!

https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/10/070411165/tapak-tilas-riwayat-kombinatorika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke