KOMPAS.com - Muncul petisi di situs change.or untuk meghapuskan aturan kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat.
Hingga Senin (25/10/2021), sedikitnya 15.972 orang telah menandatangani petisi tersebut dari target 25.000.
Petisi tersebut dibuat Herlia Adisasmita yang mengaku mewakili masyarakat Bali, masyarakat pariwisata dan rakyat Indonesia yang merindukan logika dan keadilan.
Masyarakat pariwisata jadi terdampak
Herlia menyebut, masyarakat Bali yang mengandalkan pariwisata dua tahun ini mengalami dampak pandemi yang cukup berat.
"Masyarakat pekerja masih lebih banyak yang menggangur, dan pengusaha masih terus-terusan tumbang satu persatu. Kesulitan ekonomi di Pulau Bali, bukan masalah sepele," tulis dia.
Pihaknya mengatakan, nasib sebagian besar warga Bali benar-benar bergantung pada kedatangan turis domestik.
Namun aturan wajib PCR yang dinilai dibuat-dibuat menjadikan rencana kedatangan wisatawan domestik ke Bali terganggu.
"Sekonyong-konyong muncul dengan alasan yang dibuat-buat. Bubar jalan semua rencana para turis domestik untuk berlibur. Harga PCR masih sangat mahal, dan tidak semua klinik menawarkan hasil 1-2 hari selesai," kata dia.
Karena itu pihaknya meminta dua hal:
Aturan wajib PCR
Pemerintah sebelumnya mulai menerapkan aturan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat dari dan ke Pulau Jawa dan Bali pada Minggu (24/10/2021).
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 dan SE Kemenhub Nomor 88 Tahun 2021.
Pelaku perjalanan dari dan ke Pulau Jawa dan Bali, kini diharuskan menunjukkan hasil negatif tes PCR yang 2x24 jam.
Sementara tes Covid-19 dengan menggunakan rapid test antigen tak lagi bisa digunakan.
Kebijakan ini pun menuai banyak kritikan. Sebuah petisi untuk mencabut kewajiban PCR penerbangan juga belakangan mulai muncul.
Dari pantauan Kompas.com hingga pukul 13.15, petisi tersebut telah ditandatangani oleh 15.461 orang dari total target 25.000 tanda tangan.
Respons Satgas Covid-19
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, aturan yang sudah tercantum dalam surat edaran tersebut tetap diberlakukan.
Akan tetapi, pemerintah akan terus melakukan evaluasi selema implementasi kebijakan wajib PCR bagi penerbangan tersebut.
"Sejauh ini, aturan yang sudah tercantum dalam SE Satgas No. 21 Tahun 2021 tetap diberlakukan, namun selama implementasi kebijakan ini evaluasi akan terus dilakukan," kata Wiku saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/10/2021).
Menurutnya, kebijakan kesehatan yang diberlakukan pemerintah saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bersifat dinamis.
Pemerintah juga selalu menimbang apa yang terjadi di lapangan, termasuk kritik dan saran dari masyatakat.
Alasan penumpang pesawat wajib PCR
Sebelumnya, Wiku menjelaskan alasan tes PCR hanya diwajibkan bagi pelaku perjalanan udara.
Ia menjelaskan, hal tersebut berkaitan dengan pengaturan kapasitas penumpang moda transportasi lain yang tidak sebanyak pesawat.
"Untuk moda transportasi lainnya masih dibatasi 70 persen (penumpang)," jelas dia, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Sementara itu, saat ini kapasitas penumpang pesawat udara dinaikkan dari 70 persen menjadi 100 persen.
Merespons aturan itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut pemerintah diskriminatif.
"Memberatkan dan menyulitkan konsumen. Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen," tuturnya.
Menurutnya, ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali lipat.
Oleh karena itu, Tulus meminta syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan, atau direvisi aturan pelaksananya.
Ia menyarankan agar waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/25/200000765/muncul-petisi-hapus-pcr-untuk-penumpang-pesawat-ini-kata-satgas-covid