Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saat Nomor KTP (NIK) Jokowi Bocor...

KOMPAS.com - Di tengah menguatnya isu keamanan data pribadi, publik dikejutkan dengan bocornya Nomor Induk Kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo.

Disebutkan bahwa NIK tersebut didapat dari laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada bagian formulir calon presiden RI untuk Pemilu 2019.

Padahal, NIK merupakan data pribadi yang sangat penting dan harus dirahasiakan. Sebab, NIK bisa digunakan untuk mengakses banyak hal, di antaranya adalah aplikasi PeduliLindungi.

Kekhawatiran itu pun terbukti. Warganet kemudian mencoba untuk mengecek sertifikat vaksin Covid-19 Jokowi di aplikasi PeduliLindungi.

Sayangnya, pihak instansi terkait justru saling lempar tanggung jawab atas adanya kebocoran ini.

Respons KPU

Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya selalu meminta persetujuan para calon untuk mempublikasikan datanya.

"Dalam konteks pencalonan Presiden Pemilu 2019, untuk publikasi syarat calon, KPU meminta persetujuan tertulis dari masing-masing pasangan calon," kata Ilham, Jumat (3/9/2021).

Ia pun menegaskan selalu memegang prinsip perlindungan data pribadai dalam proses pencalonan presiden.

Namun, ia tak merespons lebih lanjut saat disinggung mengenai persetujuan publikasi data Jokowi.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate memilih untuk tak banyak berkomentar.

Ia pun meminta agar persoalan ini ditanyakan ke Kementerian Kesehatan selalu pengelola pencatatan data vaksinasi Covid-19.

"Sebaiknya dengan Kemenkes saja sebagai wali data," kata Plate, Jumat (3/9/2021).

Plate mengeklaim, data PeduliLindungi yang ada di data center Kemkominfo aman dan tidak terjadi kebocoran.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun angkat bicara. Menurutnya, NIK Jokowi atau pejabat lainnya kini sudah dirapikan dan ditutup.

"Memang tidak nyaman, itu banyak, bukan hanya Bapak Presiden, tapi banyak pejabat juga yang NIK-nya tuh sudah jadi tersebar itu masih keluar. Kita menyadari itu sekarang, kita akan tutup data para pejabat," kata Budi dalam konferensi pers bersama Kapolda Metro Jaya yang disiarkan Kompas TV, Jumat (3/9/2021).

Ia menyebut tak etis jika memanfaatkan NIK seseorang karena merupakan hak pribadi dan dilarang Undang-Undang.

"Kalaupun kita kebetulan tahu, tapi kan ini sifatnya pribadi. Secara budaya dan negara hukum, kita harus menjaga privacy dari yang bersangkutan," kata dia.


Analisis dan saran ahli

Sementara itu, praktisi forensik digital Ruby Alamsyah menilai, kebocoran NIK dan sertifikat vaksin Jokowi ini merupakan kesalahan dari KPU dan penyedia aplikasi PeduliLindungi.

Ia mempertanyakan KPU yang mencantumkan NIK secara lengkap dalam informasi publik.

Tak hanya itu, Rudy juga menyoroti verifikasi pengecekan status vaksinasi pada aplikasi PeduliLindungi yang kurang aman.

Hal ini menyebabkan publik mudah mengisinya untuk mencari tahu informasi tentang orang lain, khususnya pejabat publik.

"Harusnya dari awal dikecualikan. Lalu, membuat pertanyaan yang lebih pribadi yang hanya orang yang bersangkutan yang tahu. Atau bisa meminta nomor ponsel lalu dikirimkan OTP," jelas dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto menilai, kebocoran ini menjadi bukti tidak adanya desain pencegahan perlindungan privasi dalam aplikasi PeduliLindungi.

Agar kejadian serupa tak terulang, Damar meminya adanya standar dan desain privasi yang baik dalam menjaga perlindungan data pribadi.

Caranya, membatasi akses yang bukan saudara sedarah atau keluarga tidak berhak untuk mengecek data pemilik NIK.

"Harus dibatasi untuk bisa mengecek data orang lain. Apalagi memeriksa data presiden," imbuhnya.

(Sumber: Kompas.com/Haryanti Puspa Sari, Sania Mashabi, Dandy Bayu Bramasta, Tsarina Maharani, Nicholas Ryan Aditya | Editor: Dani Prabowo, Inggried Dwi Wedhaswary, Diamanty Meiliana, Krisiandi)

https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/04/170500165/saat-nomor-ktp-nik-jokowi-bocor-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke