Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia, Negara Agraris yang Selalu Impor Beras, Mengapa?

KOMPAS.com - Wacana terkait impor beras beberapa waktu lalu sempat ramai dan mencuat ke permukaan publik di tengah panen raya di sejumlah daerah.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut impor beras perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga.

Meski diprediksi akan terjadi kenaikan produksi beras sepanjang Januari hingga April 2021, Lutfi menyebut hal itu baru bersifat ramalan.

Kendati demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengimpor beras setidaknya hingga pertengahan tahun ini.

Meski impor beras tidak jadi terlaksana, polemik mengenai impor beras ini terlanjur membumbung tinggi dan memicu keresahan di kalangan petani.

Imbasnya, harga obyek yang diperbincangkan, yakni gabah mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Seperti diketahui bersama, Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang diharapkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakat secara menyeluruh.

Siapa sangka, negara agraris pun tak menjamin suatu negara dapat terbebas dari impor, terlebih dari sektor pertanian itu sendiri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun 2000 hingga 2019 Indonesia selalu mengimpor beras. Praktis, hal tersebut juga terjadi di sepanjang periode kepemimpinan Presiden Jokowi hingga tahun 2019.

Lantas, mengapa Indonesia yang merupakan negara agraris selalu impor beras?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, impor beras setiap tahun dengan angka jutaan ton akarnya ada pada sengkarut data perberasan.

Padahal, lanjut Bhima, BPS telah mengeluarkan rujukan data dengan teknologi terkait survei luas panen dan luas lahan.

"Hasilnya, BPS menyatakan Maret-Mei 2021 merupakan masa panen raya, sehingga produksi gabah dan beras diproyeksi surplus," ujar Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).

Menurut Bhima, data yang dikeluarkan oleh BPS tersebut agaknya seperti tidak dipercayai oleh kementerian terkait sehingga mereka membuat data dari sumber sendiri.

Alhasil, masalah data ini seperti sengaja diciptakan oleh rente impor.

"Pembenaran ilmiah untuk impor itu lemah. Ini bukan lagi persoalan produksi pertanian tapi sudah masuk ranah ekonomi politik, siapa yang untung dari marjin impor beras," terangnya.

"Bayangkan tidak perlu pusing menanam, tinggal impor dapat marjin. Ekonomi kita sengaja diarahkan menjadi rent seeking atau pemburu rente," tambah Bhima.

Bhima menyerukan kepada Presiden Jokowi sebagai pemimpin eksekutif tertinggi untuk segera turun tangan.

Presiden harus segera menertibkan kementerian yang tidak mematuhi basis data yang dimiliki oleh BPS.

"Seluruh pertimbangan harus berdadarkan data yang valid dengan metodologi yang bisa dipertanggung jawabkan," tutur Bhima.

Saat ditanya pihak mana saja yang "bermain" dalam polemik impor beras ini, Bhima menyebutkan ada dari berbagai pihak.

"Banyak yang bermain dalam impor komoditas pangan mulai dari politisi sampai pengusaha impor. Jaringannya cukup panjang sampai ke level pedagang yang ada di negara asal importir," pungkasnya.

Sementara itu, Guru Besar Departemen Sosial Ekonomi Pertanian UGM, Prof Sunarru Samsi Hariadi menjelaskan, persediaan beras dalam negeri yang diinformasikan masih cukup tetapi berkembang isu akan ada impor, memang menjadi polemik tersendiri.

Menurutnya, ada banyak hal yang mendasari mengapa kementerian terkait memutuskan perlu melakukan adanya impor tersebut.

"Tentu hal ini banyak variabel yang bisa menjadi penyebabnya, bisa jadi data antar institusi yang berbeda, kurang adanya sinergi dan koordinasi antar institusi, dan lainnya," kata Sunarru saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).

Tak dipungkiri, katanya, saat ini hampir semua masyarakat Indonesia memilih nasi sebagai makanan pokoknya dan padi menjadi tanaman yang populer.

Apabila mengalami kekurangan, dapat menimbulkan gejolak tersendiri.

"Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta, beras harus siap menjadi stok nasional sepanjang waktu, apakah stok itu tersedia dari dalam negeri atau dari impor," papar Sunarru.

Menurut Sunarru, saat ini berbeda dengan dahulu, terjadi perubahan sosial dalam persepsi masyarakat tentang pangan.

Dahulu, banyak masyarakat Indonesia terbiasa makan jagung, ubi, sagu, dan pangan lokal yang lain sebagai makanan pokok sehari-hari.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/27/200300265/indonesia-negara-agraris-yang-selalu-impor-beras-mengapa-

Terkini Lainnya

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Tren
Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Tren
Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Tren
Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Tren
9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

Tren
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

Tren
Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Tren
Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tren
Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Tren
Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Tren
China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

Tren
Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Tren
Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke