Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Latah Beli Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19? Simak Penjelasan Ahli di Sini

KOMPAS.com - Sejak pertama kali wabah Covid-19 mencuat hingga terus berkembang sampai hari ini, banyak penelitian dilakukan untuk mendapatkan obat atau vaksin untuk melawan virus corona, penyebab Covid-19.

Beberapa kali disebutkan bahwa ada obat yang dinilai efektif untuk penderita Covid-19, meskipun belum diakui secara resmi.

Misalnya, klorokuin, obat malaria atau dexamethasone yang baru-baru ini disebut ampuh tangani pasien-pasien Covid-19 di Inggris.

Mengetahui informasi-informasi yang beredar, tidak sedikit masyarakat yang langsung menyerbu apotek atau toko untuk mendapatkannya obat yang dikabarkan mujarab sembuhkan Covid-19 itu.

Misalnya deksametason ini yang tidak bisa digunakan untuk cegah Covid-19 atau sembuhkan sembarang Covid-19.

"Deksametason sudah dibuktikan tidak ada gunanya untuk orang yang OTG, tidak ada gunanya kalau untuk orang yang Covid-19 ringan, tidak ada gunanya dexamethason bagi pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit tapi tidak memerlukan oksigen," ujar Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, Minggu (21/6/2020).

"Jadi (deksametason) yang bermanfaat dan perlu diberikan perhatian hanyalah pada pasien Covid-19 yang berat, yang memerlukan oksigen, khususnya yang memerlukan ventilator," lanjut dia.

Zubairi menyebut tidak hanya obat-obatan medis yang dilatahi oleh masyarakat Indonesia di masa pandemi ini, obat-obatan herbal juga sama.

"Sebetulnya dari awal dulu juga ada kan yang mengklaim obat-obat bermanfaat, ada empon-empon lah, ada minyak kayu putih lah, ada apapun," ungkap dia.

Padahal, sebelum membeli dan memutuskan mengonsumsi suatu obat yang diklaim efektif untuk mengatasi suatu penyakit, termasuk Covid-19 ini, masyarakat semestinya banyak mencari penjelasan dan melakukan riset sederhana.

"(Klaim) Ini kesimpulannya dari mana, apakah sudah diteliti apa belum, kalau sudah diteliti, ditelitinya di mana, sampel yang diteliti, orang sakit yang diteliti berapa ribu? Kemudian desain penelitiannya seberapa baik, apakah RCT (Randomize Clinical Trial) secara acak atau kah tidak?" papar Zubairi.

Evidence Based Medicine

Satu hal terakhir yang dianggap Zubairi penting untuk selalu dikedepankan, kali ini khususnya oleh ahli dan pakar, termasuk dokter yang bergelut langsung di dunia medis adalah Evidence Based Medicine (EBM).

Secara sederhana maksud dari EBM ini adalah obat-obat yang sudah diperhitungkan aman dan efektif untuk mengatasi suatu penyakit dan berdasarkan pada bukti di lapangan.

"Menurut pengalaman saya sebagai profesor, doktor, spesialis, konsultan, dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, berpikir logis saja tidak cukup," ujar dia.

Dokter dan para ahli disebut harus selalu belajar dan bersedia menyesuaikan konsep dan budaya kerja yang biasa mereka terapkan, dengan perkembangan baru dan keberadaan bukti-bukti baru.

"Dokter perlu belajar dari pengalaman, dari kesalahan yang dibuat, dan bersedia memperbaiki praktek kedokteran melalui inovasi dan perbaikan kualitas," ucap Zubairi.

Misalnya, klorokuin yang sebelumnya disampaikan efektif untuk pasien Covid-19, ternyata dicabut kembali karena selanjutnya diketahui memiliki efek samping yang membahayakan bagi penderita Covid-19.

Selain itu, penggunaanya juga tidak terbukti mampu menurunkan angka kematian atau pun lama masa rawat seorang pasien.

Itulah EBM, dokter atau ahli memanfaatkan bukti mutakhir dari penelitian sahih dan mengintegrasikannya dengan penelitian terkini.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/21/161300265/latah-beli-obat-yang-diklaim-efektif-untuk-covid-19-simak-penjelasan-ahli

Terkini Lainnya

13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

Tren
7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

Tren
Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Tren
Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Tren
Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke