Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Tan Malaka Dieksekusi Mati oleh Tentara?

Kompas.com - 18/04/2024, 15:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.comTan Malaka adalah tokoh revolusioner dan intelektual yang disegani oleh para pendiri bangsa.

la aktif dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, bahkan ketika diasingkan ke luar negeri.

Oleh Mohammad Yamin, Tan Malaka dijuluki Bapak Republik Indonesia karena ia adalah orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia dalam bukunya, "Naar De Republiek Indonesia".

Pemikiran-pemikiran Tan Malaka pun banyak menginspirasi Soekarno dan Hatta dalam membentuk Indonesia sebagai negara republik.

Sayangnya, akhir hidup Tan Malaka sangat tragis. Ia ditangkap kemudian dieksekusi mati oleh tentara Indonesia tanpa proses pengadilan.

Berikut ini dipaparkan mengenai penyebab meninggalnya Tan Malaka di tangan rekan sebangsanya walaupun telah memberikan peran yang penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Kenapa Tan Malaka Dijuluki Bapak Republik Indonesia?

Kisah Tan Malaka pasca-kemerdekaan Indonesia

Pada masa pendudukan Jepang, Tan Malaka baru kembali ke Indonesia dari pengasinganya.

Ia berkontribusi besar atas suksesnya rapat raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945. Saat itu, ia tampil pertama kalinya bersama Soekarno di hadapan publik.

Usai peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, kondisi dalam negeri masih bergejolak akibat faktor internal dan eksternal.

Tan Malaka dikenal sebagai tokoh yang menganut pemikiran kiri, atau sosialisme dan komunisme.

Bersama sejumlah tokoh berhaluan kiri, Islam, dan nasionalis, Tan Malaka mendirikan gerakan politik baru bernama Persatuan Perjuangan.

Inti dari gerakan ini adalah menentang kebijakan pemerintahan Indonesia di bawah Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang terkesan diplomatis dan kompromistis terhadap Belanda.

Seiring waktu, gerakan Persatuan Perjuangan dinilai bukan lagi sekadar protes atas kebijakan, tetapi sudah mengarah pada perebutan kekuasaan.

Terlebih, meletusnya Peristiwa 3 Juli 1946, yakni upaya kudeta oleh kelompok Persatuan Perjuangan, semakin menguatkan anggapan bahwa gerakan ini berada di pihak oposisi.

Baca juga: Peristiwa 3 Juli 1946, Upaya Kudeta Pertama di Indonesia

Tan Malaka bersama tokoh Persatuan Perjuangan yang juga dituduh terlibat dalam kasus penculikan PM Sjahrir, akhirnya dipenjara oleh pemerintah Indonesia.

Setelah ditahan selama sekitar 2,5 tahun, Tan Malaka dibebaskan pada 16 September 1948 oleh pemerintahan pengganti Sjahrir, yakni Mohammad Hatta.

Pembebasan Tan Malaka tidak lain untuk meredam gejolak politik lain yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan Musso.

Tan Malaka memang tokoh golongan kiri, tetapi ia sendiri sering bersitegang dengan anggota PKI.

Bahkan Tan Malaka menjadi salah satu pimpinan PKI yang menolak Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948.

Pada 7 November 1948, Tan Malaka mengagas berdirinya Partai Murba. Sekitar sebulan kemudian, Belanda melancarkan Agresi Militer II, yang mengakibatkan pengasingan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Pulau Bangka.

Baca juga: Kisah Pangeran Diponegoro Ditangkap dan Diasingkan Belanda

Kapan Tan Malaka Dieksekusi?

Ketika Soekarno-Hatta diasingkan, Sjafruddin Prawiranegara diamanatkan membentuk pemerintahan darurat di Bukittinggi, dengan nama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Sjafruddin menjabat sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara selama Soekarno-Hatta berada di pengasingan.

Di tengah situasi itu, Tan Malaka dan rekan-rekannya menghalau Belanda yang merangsek di sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ahli waris Tan Malaka, Hengky Novaron Arsil Datuk Tan Malaka, mengatakan kepada Kompas.com bahwa setelah Soekarno-Hatta diasingkan, Tan Malaka di sela-sela gerilyanya hendak memperkenalkan diri ke publik sebagai penerus perjuangan.

"Tan membawa surat dari Presiden Soekarno yang berisi testamen politik, kalau ada apa-apa dengan dirinya (Soekarno), yang melanjutkan adalah Tan,” ujar Hengky kepada Kompas Jeo sebagaimana dikutip Kompas Stori, Kamis (18/4/2024).

Soekarno memang menjadi salah satu tokoh yang secara terang-terangan mengaku terpana pada pemikiran dan ide-ide Tan Malaka dan pernah menulis testamen politik yang menunjuk Tan Malaka sebagai kandidat penggantinya.

Baca juga: Peran Tan Malaka Pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Masih menurut Hengky, manuver politik Tan Malaka itu tidak disukai sejumlah kalangan di Indonesia yang berseberangan dengannya.

Mereka menuding Tan Malaka hendak menggulingkan Soekarno, sehingga harus diburu.

Sejarawan Belanda, Harry A Poeze, mengatakan bahwa petinggi militer di Jawa Timur menilai Tan Malaka menyerukan bahwa penahanan Soekarno-Hatta menciptakan kekosongan kepemimpinan.

Mereka juga menyebut, Tan Malaka mempropagandakan bahwa elite militer enggan bergerilya menghadapi Belanda.

Klaim-klaim yang tidak pernah dipastikan kebenarannya itu membuat Tan Malaka dianggap membahayakan stabilitas negara.

Oleh sebab itu, Panglima Daerah Militer Brawijaya Soengkono dan komandan brigade-nya, Soerahmat, memerintahkan agar Tan Malaka ditangkap.

Baca juga: Reaksi Dunia terhadap Agresi Militer Belanda

Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka masih bergerilya melawan Belanda di daerah Kediri, Jawa Timur.

Hari itu, Batalyon Sikatan bagian Divisi Brawijaya menangkap Tan Malaka di Desa Selongpanggung, Kediri, Jawa Timur.

Di desa itulah, Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan bagian Divisi Brawijaya, memerintahkan Suradi Tekebek menembak mati Tan Malaka.

Ada yang mengatakan, usai mengeksekusi Tan Malaka, para tentara membuang jasadnya ke Sungai Brantas.

Pada 2009, Harry A Poeze bekerjasama dengan pemerintah Indonesia menggali makam di Desa Selopanggung yang dipercayai sebagai makam Tan Malaka.

Para aktifis dan Tan Malaka Institute saat ziarah ke makam Tan Malaka di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, (9/11/2017).KOMPAS.com/M.Agus Fauzul Hakim Para aktifis dan Tan Malaka Institute saat ziarah ke makam Tan Malaka di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, (9/11/2017).
Meski jasad yang ditemukan, secara antropologi forensik sesuai dengan ciri fisik Tan Malaka, tidak ada hasil tes DNA yang menyatakan bahwa tulang belulang itu seratus persen merupakan Tan Malaka, karena kondisinya sudah rusak akibat terkontaminasi asam yang terlalu tinggi.

Pada Februari 2017, makam Tan Malaka dipindahkan secara simbolis ke tanah kelahirannya, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Baca juga: Konsepsi Presiden 1957, Demokrasi ala Soekarno yang Tuai Pro-Kontra

Pada 28 Maret 1963, Soekarno telah mengangkat Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.

Kendati demikian, kisah revolusioner Tan Malaka ditutup rapat-rapat oleh Pemerintah Orde Baru, sebagaimana sejumlah tokoh golongan kiri lainnya.

Tan Malaka juga tidak pernah mendapat keadilan meski dieksekusi tanpa proses pengadilan.

Para eksekutornya tidak pernah menerima sanksi, bahkan kariernya tetap mulus hingga masa pensiun.

Menurut sejarawan Anhar Gonggong, situasi pada masa revolusi kemerdekaan memang kacau balau.

Akibat perbedaan pendapat soal bagaimana cara menghadapi Belanda, para pejuang justru saling menaruh curiga.

Posisi Tan Malaka sebagai pelopor Persatuan Perjuangan, menempatkan dirinya di posisi pimpinan oposisi dan membuatnya sulit dielakkan dari perburuan tentara republik.

 

Referensi:

  • Susilo, TA. (2008). Tan Malaka: Biografi Singkat (1897-1949). Yogjakarta: Garasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Stori
7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

Stori
Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com