Peristiwa itu dapat dipahami karena di Kerajaan Mataram Kuno memang kerap terjadi perebutan kekuasaan.
Baca juga: 30 Candi Bercorak Hindu Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Pada tahun 919, Mpu Daksa telah digantikan oleh Dyah Tulodhong, yang tidak diketahui awal dan akhir pemerintahannya.
Satu yang pasti, pada tahun 928, muncul nama raja baru, Rakai Sumba Dyah Wawa.
Pada tahun 929, pemerintahan Dyah Wawa di Jawa Tengah berakhir tiba-tiba.
Ibu kota Mataram Kuno kemudian dipindahkan oleh Mpu Sindok atau atau Sri Isanatungga ke Jawa Timur.
Dengan kata lain, Mpu Sindok tidak hanya memindahkan ibu kota Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur pada tahun 929, tetapi juga mendirikan wangsa baru, yakni Wangsa Isyana.
Meski para ahli sepakat bahwa Mpu Sindok merupakan pendiri Wangsa Isyana, tetapi asal-usulnya masih diperdebatkan.
Ada yang meyakini bahwa Mpu Sindok adalah kerabat dekat raja Mataram Kuno karena pernah menjabat sebagai rakryan mapatih i halu dan rakryan mapatih i hino, ada pula yang berpendapat ia merupakan menantu Dyah Wawa.
Baca juga: Mpu Sindok, Raja yang Memindahkan Mataram Kuno ke Jawa Timur
Terlepas dari perdebatan itu, Mpu Sindok diketahui memerintah hingga tahun 948.
Sepeninggal Mpu Sindok, Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang diperintah oleh putrinya, Sri Isanatunggawijaya, yang menikah dengan Sri Lokapala.
Mereka mempunyai anak bernama Sri Makutawangsawarddhana, yang juga menjadi Mataram Kuno.
Namun, tidak diketahui kondisi kehidupan Kerajaan Mataram Kuno di era Sri Isanatunggawijaya dan Sri Lokapala, serta Sri Makutawangsawarddhana, karena ketiadaan sumber sejarah.
Takhta Sri Makutawangsawarddhana jatuh ke tangan putranya, Dharmawangsa Teguh.
Menurut kitab Wirataparwa, Dharmawangsa Teguh memerintah hingga wafat pada tahun 1017 akibat serangan musuh, yang meruntuhkan Kerajaan Mataram Kuno.
Artinya, Dharmawangsa Teguh adalah raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno.
Referensi: