Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Silsilah Kerajaan Mataram Kuno

Pendiri sekaligus raja pertama Mataram Kuno adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Fakta tersebut diketahui dari sumber sejarah Kerajaan Mataram Kuno, terutama Prasasti Mantyasih (907) dan Prasasti Canggal.

Dalam Prasasti Mantyasih, Sanjaya disebut sebagai raja pertama yang bertakhta di Medang.

Raja Sanjaya memerintah hingga meninggal dan digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran.

Siapa saja nama raja Mataram Kuno? Berikut ini silsilahnya.

Silsilah Kerajaan Mataram Kuno

Konon, di Kerajaan Mataram Kuno ada tiga dinasti yang pernah berkuasa, yaitu Dinasti Sanjaya, Dinasti Syailendra, dan Dinasti Isyana.

Namun ada pula yang meragukan eksistensi Dinasti Sanjaya, karena Raja Sanjaya sejatinya berasal dari Dinasti Syailendra, sehingga hanya ada dua dinasti yang pernah memerintah Mataram Kuno.

Salah satu sejarawan yang meyakini bahwa Raja Sanjaya merupakan keturunan Dinasti Syailendra adalah Poerbatjaraka.

Menurutnya, Raja Sanjaya dan keturunan-keturunannya berasal dari Wangsa Syailendra, yang didirikan oleh Dapunta Selendra.

Pendapat Poerbatjaraka mungkin didukung oleh Prasasti Sojomerto dan prasasti berbahasa Sanskerta yang tidak diketahui asalnya.

Prasasti Sojomerto menyebutkan Dapunta Selendra, nama ayah dan ibunya, Santanu dan Bhadrawati, dan istrinya bernama Sampula.

Salah satu tokoh yang diyakini sebagai keturunan Dapunta Selendra adalah Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga yang memerintah pada abad ke-7.

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno, yakni Raja Sanjaya, adalah cicit Ratu Shima.

Berdasarkan Carita Parahyangan, orang tua Sanjaya, Sanna dan Sanaha, adalah saudara seayah tetapi beda ibu, yang menjadi penguasa Kerajaan Galuh.

Prasasti Canggal yang ditemukan di Magelang, mengungkap bahwa Sanjaya mendirikan lingga di atas bukit pada 6 Oktober 732.

Sanjaya disebut sebagai pengganti Sanna, yang gugur dalam peperangan karena diserang oleh musuh dan pusat Kerajaan Galuh dihancurkan.

Mungkin sekali, Sanjaya menduduki takhta untuk menggantikan Sanna pada tahun 717.

Pada tahun 732, Sanjaya akhirnya mendirikan kerajaan baru dengan ibu kota di Medang, setelah menaklukkan musuh-musuh Sanna.

Kerajaan baru inilah yang dikenal sebagai Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang.

Sebagaimana halnya Dapunta Selendra, Raja Sanjaya adalah penganut Hindu Siwa.

Namun putra Sanjaya, Rakai Panangkaran, berpindah menjadi penganut Buddha Mahayana.

Kapan dan apa alasan raja-raja Wangsa Syailendra akhirnya memeluk agama Buddha mungkin dapat dikaitkan dengan Prasasti Sankhara yang diduga berasal dari pertengahan abad ke-8.

Prasasti Sankhara menyebut bahwa ayah Raja Sankhara meninggal setelah jatuh sakit dan selama delapan hari merasa seperti ada api yang membakar.

Karena itu, Raja Sankhara meninggalkan Dewa Siwa dan pada akhir prasasti membayangkan bahwa ia menjadi penganut Buddha.

Raja Sankhara yang dimaksud prasasti diduga adalah Rakai Panangkaran, yang bernama lengkap Rakai Panangkaran Dyah Sankhara Sri Sanggramadhananjaya.

Poerbatjaraka menunjuk juga pada Carita Parahyangan, yang memuat keterangan bahwa Sanjaya menganjurkan anaknya, Rahyangta Panaraban, untuk meninggalkan agama yang dianutnya karena ia ditakuti oleh semua orang.

Rahyang Panaraban diidentifikasi sebagai Rakai Panangkaran.

Menurut Prasasti Nalanda, Rakai Panangkaran mempunyai putra bernama Samaragrawira, yang disamakan dengan Samaratungga.

Setelah Rakai Panangkaran tutup usia, silsilah Kerajaan Mataram Kuno dapat ditelusuri dari Prasasti Mantyasih dan Prasasti Wanua Tengah.

Meski kedua prasasti tersebut sama-sama dikeluarkan oleh Raja Dyah Balitung, daftar raja di dalamnya berbeda.

Menurut Kusen, perbedaan tersebut disebabkan oleh latar belakang pembuatan prasasti, di mana Prasasti Mantyasih dikeluarkan untuk melegitimasi Dyah Balitung sebagai keturunan Sanjaya dan pewaris takhta yang sah.

Raja-raja yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno berdasarkan Prasasti Mantyasih adalah sebagai berikut.

Ada empat raja di Prasasti Wanua Tengah yang tidak disebutkan dalam Prasasti Mantyasih, yaitu:

  • Dyah Gula (827-828)
  • Dyah Tagwas (885)
  • Dyah Dewendra (887)
  • Dyah Bhadra

Rakai Pikatan dan penerus-penerusnya, menjadi penganut agama Siwa, seperti Raja Sanjaya.

Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, yang mengungkap daftar raja-raja Mataram Kuno, meninggal pada tahun 911.

Penerus Dyah Balitung adalah Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya (Mpu Daksa), yang diduga kuat sebagai iparnya.

Takhta Dyah Balitung jatuh ke tangan iparnya, yang merupakan keturunan Rakai Pikatan, terjadi secara tidak wajar.

Peristiwa itu dapat dipahami karena di Kerajaan Mataram Kuno memang kerap terjadi perebutan kekuasaan.

Satu yang pasti, pada tahun 928, muncul nama raja baru, Rakai Sumba Dyah Wawa.

Pada tahun 929, pemerintahan Dyah Wawa di Jawa Tengah berakhir tiba-tiba.

Ibu kota Mataram Kuno kemudian dipindahkan oleh Mpu Sindok atau atau Sri Isanatungga ke Jawa Timur.

Dengan kata lain, Mpu Sindok tidak hanya memindahkan ibu kota Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur pada tahun 929, tetapi juga mendirikan wangsa baru, yakni Wangsa Isyana.

Meski para ahli sepakat bahwa Mpu Sindok merupakan pendiri Wangsa Isyana, tetapi asal-usulnya masih diperdebatkan.

Ada yang meyakini bahwa Mpu Sindok adalah kerabat dekat raja Mataram Kuno karena pernah menjabat sebagai rakryan mapatih i halu dan rakryan mapatih i hino, ada pula yang berpendapat ia merupakan menantu Dyah Wawa.

Terlepas dari perdebatan itu, Mpu Sindok diketahui memerintah hingga tahun 948.

Sepeninggal Mpu Sindok, Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang diperintah oleh putrinya, Sri Isanatunggawijaya, yang menikah dengan Sri Lokapala.

Mereka mempunyai anak bernama Sri Makutawangsawarddhana, yang juga menjadi Mataram Kuno.

Namun, tidak diketahui kondisi kehidupan Kerajaan Mataram Kuno di era Sri Isanatunggawijaya dan Sri Lokapala, serta Sri Makutawangsawarddhana, karena ketiadaan sumber sejarah.

Takhta Sri Makutawangsawarddhana jatuh ke tangan putranya, Dharmawangsa Teguh.

Menurut kitab Wirataparwa, Dharmawangsa Teguh memerintah hingga wafat pada tahun 1017 akibat serangan musuh, yang meruntuhkan Kerajaan Mataram Kuno.

Artinya, Dharmawangsa Teguh adalah raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/29/200000379/silsilah-kerajaan-mataram-kuno

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke