Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Tebakan, Pertanyaan Recehan, dan Kualitas Pemimpin

Kompas.com - 24/01/2024, 10:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA menjadi mahasiswa doktoran di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Profesor Heru Nugroho menyampaikan candaan kepada saya selaku penasihat akademik. Candanya soal durasi waktu konsultasi.

Ketua Program Magister dan Doktoral Sosiologi itu menganalogikan, waktu konsultasi mahasiswa strata satu (S1), S2, dan S3 berbeda durasi waktunya. Jam terbang dan level keilmuan menentukan kadar waktu diskusi, katanya.

Durasi waktu diskusi mahasiswa S1 relatif singkat, S2 sedikit lama, dan S3 makin lama.

“Mengapa begitu, prof?” tanya saya, yang direspons, level keilmuan berkaitan dengan target dan kualifikasi produk pengetahuan.

“Jadi sebentar saja konsultasinya andaikata kamu mahasiswa S1,” kata Prof Heru sambil tertawa.

Saya mencoba menjabarkan pandangan itu dengan mengaitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).

Di dalamnya dijelaskan bahwa mahasiswa S1 memahami dasar-dasar keilmuan secara umum terhadap disiplin ilmu yang diminatinya.

Produk dari proses berpengatahuan adalah memahami persoalan tertentu dengan metode deskripsi pengetahuan tertentu.

Logika berpikirnya masih terbatas, sederhana. Maka durasi waktu konsultasi sebentar saja karena pendalaman pengetahuan menyulitkan mahasiswa yang bersangkutan.

Logika berpikir mereka sederhana. Pertanyaannya bisa sesuatu yang retoris atau tidak memerlukan jawaban karena yang bersangkutan sebenarnya tahu.

Apa yang disampaikan bisa saja karena yang bersangkutan ingin mendapat perhatian dari dosen atau teman, atau iseng untuk mengerjai dosen atau teman kelas.

Pada suatu kelas mahasiswa S1, saya menjelaskan tentang terminologi masyarakat sipil. Dalam presentasi, diksi masyarakat sipil disingkat MS.

Entah ngantuk atau benar-benar tidak tahu, seorang mahasiswa unjuk jari, “Bapak, bisakah dijelaskan apa itu MS?” Dia tersenyum dan seperti bangga melontarkan tebakan apa itu MS.

Ini menunjukkan cara berpikir S1 yang sangat sederhana, belum sampai tahap analitik, sangat dasar, dan jauh dari komprehensif.

Saat debat pamungkas Cawapres pekan lalu, Mahfud MD menyebut pertanyaan seperti itu recehan, yang dalam dunia akademik tidak perlu dijawab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com