Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Tebakan, Pertanyaan Recehan, dan Kualitas Pemimpin

Kompas.com - 24/01/2024, 10:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam ruang kelas kuliah, dosen tidak bisa mengabaikan pertanyaan recehan itu. Namun dalam level debat nasional, apalagi melibatkan calon pemimpin negara, pertanyaan mahasiswa S1 tidak layak disampaikan dalam forum tersebut.

Level medium pada mahasiswa S2. Mereka diasumsikan menguasai dasar-dasar pengetahuan pada masa kuliah S1.

Maka mahasiswa magister atau semacamnya, logika berpikirnya meningkat pada level pengembangan pengetahuan atau praktik profesional melalui riset.

Idealnya mampu menghasilkan karya inovatif atau mengembangkan riset yang manfaat bagi masyarakat.

Kesan berbeda menghadapi mahasiswa pascasarjana teknik, yang saya temui dalam perjalanan kereta dari Bandara Yogya International Airport (YAI) ke Stasiun Tugu Yogyakarta.

Ketika berbicang, dia membawakan diri dengan tenang, kalimat demi kalimat dalam perbincangan tertata dengan baik, dan mendiskusikan tentang strategi menghadapi tugas kuliah dengan suasana serius, tetapi santai.

Dia menanyakan bagaimana menghadapi situasi pikiran yang stagnan, kemandekan, pada proses menulis proposal dan mengolah data tesis? Apakah situasi itu dihadapi dengan diam diri, atau membuka diri, berdiskusi dengan teman sejawat?

Logika berpikir, bahasanya jalan dan memahami substansi persoalan, serta bisa mengalisis persoalan. Suasana dialogis terjalin.

Memasuki level S3, logika berpikir seseorang pada jenjang tinggi maju (advan) dan filosofis. Logika berpikirnya diasumsikan pada level integratif, tidak aspek teknis, sebaliknya dituntut memiliki kemampuan menemukan pengetahuan baru atau terobosan baru (novum). Logika berpikirnya komprehensif.

Teman sejawat adik angkatan di program doktoral sosiologi mengajak berbincang tentang isu yang menarik untuk diteliti, dan mendiskusikan bagaimana mengurai seputar fakta-fakta persoalan yang ditemukan dalam riset di lapangan.

Bahasanya sederhana, tetapi kapasitas intelektualnya memungkinkan kolega itu menjelaskan apa yang dibahas dengan bahasa bernas, dan bisa dipahami oleh awam sekalipun.

Pemahaman tentang persoalan terintegrasi antara dimensi teknis, filosofis, dan kebijakan. Logika bahasanya diekspresikan secara sederhana, orang lain yang mendengarnya tidak sampai dahinya mengkerut.

Level pengetahuan dan logika berpikir dikaitkan dengan kapasitas kepemimpinan sangat relevan. Kita mendapat pelajaran dalam debat putaran empat yang diikuti tiga cawapres.

Panggung politik itu menyajikan tontonan bagaimana level berpikir cawapres. Sebagai calon pemimpin, bagaimana idealnya level berpikir cawapres? Apakah level S1, S2, ataukah S3?

Level pikiran dan pengetahuan S1, S2, S3 yang dimaksud di sini tidak identik level pendidikan, melainkan bagaimana kapasitas berpikir dan pengetahuan cawapres.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com