Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Kembali ke Asal Muasal, Kemana?

Kompas.com - 21/01/2024, 15:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA bangsa-bangsa Eropa berusaha kembali ke asal muasal ke ruh Yunani dan Romawi sebagai akar peradaban Eropa, bangsa Indonesia harus kembali kemana? Adakah akar peradaban Nusantara ini? Ke masa lalu yang mana kita kembali?

Para perintis kemerdekaan bangsa ini 77 tahun yang lalu sudah lama menasehati kita betapa pentingnya kembal ke akar Nusantara sebelum masa penjajahan Eropa.

Para perintis sadar betul untuk membangun masa depan harus menengok masa lalu. Betul, sejarah tidak akan berulang, apalagi persis sama berulang, tetapi bangsa ini harus belajar ke masa lampau. Cara membaca masa lalu akan menentukan masa depan.

Mari kembali ke konteks waktu itu. Abad 20 adalah masa kuat-kuatnya kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda, para perintis itu mengajak kembali ke era sebelum kolonial.

Ini adalah retorika, cara berbicara dan bersikap secara tidak langsung. Era pemerintah kolonial digdaya, kita kembali ke era sebelum kolonial, kembali ke sejarah asal muasal sebelum kolonial itu menjadi kuat.

Era itu pernah ada, kata para perintis kemerdekaan. Kenapa kita tidak kembali ke era sebelum sekarang? Toh dunia ini tidak hanya ada saat ini saja, tetapi sebelum kita sudah ada, dan akan berlanjut lagi setelah kita tiada.

Waktu itu, para perintis kemerdekaan menemukan akar-akar persatuan dan kejayaan di dua peradaban besar, yaitu Majapahit dan Sriwijaya. Keduanya bisa mewakili kekuatan maritim dan persatuan pulau-pulau Nusantara.

Pembentukan kesadaran sebagai bangsa dikembalikan pada dua kebesaran masa lampau waktu itu. Satu di Sumatera dan kedua di Jawa. Keduanya ternyata saling berhubungan dalam suasana konflik ataupun damai.

Para perintis kemerdekaan kita sadar betul arti kembali pada masa lampau. Mereka dididik dalam sistem Eropa dan membaca literatur tentang itu.

Tulisan-tulisan mereka bisa dilihat penuh dengan kutipan para seniman, ideolog, dan ilmuan Eropa.

Para perintis kemerdekaan Indonesia sadar juga tentang arti pencerahan Eropa, munculnya berbagai mazhab di benua itu, kembali ke masa lampau, dan akar-akar revolusi Perancis dan asal mula era industrialisasi.

Para pendiri bangsa ini adalah orang-orang yang gemar membaca. Kebetulan abad dua puluh adalah abad kebangkitan koran, majalah, buletin, dan pamflet.

Tulisan-tulisan dan pidato-pidato menyebar, tentu tidak secepat media sosial saat ini. Informasi itu diterima dan dikembangkan terjadi pertama kalinya waktu itu.

Merdekanya bangsa Indonesia salah satunya adalah karena tukar menukar informasi tulisan dan gagasan lebih terbuka.

Jika tulisan dan gagasan mereka telah memerdekaan bangsa karena revolusi media, saat ini ironisnya justru dengan celetukan instan tersebar malah sering menyesatkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com