Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Daya Tahan Orang-orang Nusantara

Kompas.com - 23/01/2024, 14:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketika terjadi konflik panjang GAM dari 1976 hingga 2005, daya juang penduduk ujung Sumatera ini tak ada yang meragukan.

Terdengar beberapa humor di warung kopi, karena saking seringnya konflik, sepertinya perangnya adalah sekadar perang-perangan, tetapi korban nyawanya betulan.

Ya, antar pemimpin bisa saling berjumpa, berunding, negosiasi, berdebat, tetapi korbannya adalah nyawa manusia saat terjadi kontak senjata. Dalam menghadapi konflik sepanjang dan serumit itu, warga Aceh mempunyai daya tahan baja.

Selama GAM berlangsung, sepanjang Orde Baru dan Reformasi awal, dan setelah Tsunami ketika sudah terjadi otonomi khusus, sahabat-sahabat Aceh sepertinya tidak berubah raut mukanya.

Ya, dulu masa-masa konflik berlangsung agak hati-hati bicara, tetapi terus terang juga lama-lama. Sikap adat Aceh lain dengan suku Jawa yang serba tidak langsung, Aceh orangnya terus terang. Kehebatannya ada di situ.

Begitu juga ketika terjadi gempa di Mataram. Tidak hanya bertahan, tetapi orang-orang pulau Sasak Lombok juga cepat melupakan dan pulih kembali semangat hidupnya.

Kesedihan tentu terpancar waktu itu, dan itu wajar. Berduka tetap diperlihatkan, tapi ada akhirnya. Orang-orang kembali melanjutkan hidupnya seolah-olah sudah lupa.

Sebelum terjadi gempa dan setelah terjadi gempa, sepertinya tidak terjadi apa-apa. Ya, kita dengar cerita-cerita, dulu pernah terjadi gempa, tetapi nadanya sudah datar. Gayanya sudah tidak melankolis. Mengabarkan dengan cara biasa, berita harian.

Ini adalah kekuatan Nusantara. Kekuatan untuk melupakan, bertahan, dan melanjutkan hidup.
Sewaktu terjadi bencana di pantai Palu 2018, bahkan humor sering kita dengar, cerita tentang pantai indah yang ramai itu sebelum dan sesudah digulung ombak yang menggunung.

Gedung-gedung roboh, rumah-rumah hilang, penghuninya sirna. Saling membahu dan membantu. Saling berkabar dan mencari. Setelah itu hidup berjalan seperti sebelum Tsunami.

Negeri kepulauan ini penuh dengan bencana. Gunung Meletus di Jawa Timur, gempa di Yogyakarta, dan pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur yang rentan gerakan lempeng bumi.

Semua sudah dialami dan akan terulang lagi. Tidak ada persiapan yang lebih baik kecuali siap menerima, pasrah, dan melanjutkan hidup yang tersisa.

Manusia mengikuti alam. Orang-orang mengikuti ombak, bukit, sungai, pantai, dan gua-gua. Alam Indonesia labil, manusia harus memperkuat mental, ruh, spirit, batin, dan daya tahan.

Alam Indonesia tidak pasti, tidak terprediksi, dan sering mengejutkan. Irama sosial, ekonomi, dan politik di negeri ini juga sama. Alam, masyarakat, dan individunya tidak selalu sama.

Gerakan politik etis Belanda, kedatangan Jepang, perang dunia, revolusi kemerdekaan, peristiwa 1965, Orde Baru, atau gemuruh reformasi tidak diramal sebelumnya.

Ramalan beredar setelah semua terjadi, nah kan sesuai kata dukun, primbon, jangka, serat, dan babat bukan?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com