KOMPAS.COM - Indonesia dikenal sebagai negara demokratis dengan rakyat yang memiliki kontrol mutlak.
Pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu cara demokrasi dipraktikkan di Indonesia.
Tujuan awal pemilihan umum di Indonesia adalah memilih partai politik yang akan mewakili di lembaga perwakilan rakyat, termasuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
MPR pada awalnya bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Namun, rakyat menghendaki untuk ikut serta dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden.
Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, diputuskan bahwa rakyat harus memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Baca juga: Partai Politik Peserta Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa
Pemilihan presiden dan wakil presiden diadakan setiap lima tahun sekali.
Pada Februari 2024 mendatang, Indonesia akan menggelar pemilu ke-13 di sepanjang sejarah.
Pemilu 2024 sekaligus menjadi pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung untuk yang kelima kalinya di Indonesia.
Lantas, kapan pemilu pertama Indonesia digelar?
Tujuan awal dari Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 adalah untuk menyelenggarakan pemilihan umum pertama pada Januari 1946.
Namun, rencana penyelenggaraan pemilu pertama ditunda karena masalah keamanan dan perang kemerdekaan.
Terakhir, Kabinet Wilopo mengirimkan usulan undang-undang pemilu ke parlemen pada 25 November 1952 dan disetujui pada 4 April 1953.
Pada masa pemerintahan Ali Sastroamijoyo I, kampanye baru dilaksanakan.
Adapun pemungutan suara baru dilakukan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap.
Posisi anggota Konstituante dan DPR diperebutkan dalam pemungutan suara awal ini. Secara keseluruhan, ada 272 kursi yang tersedia untuk DPR.
Ada 257 kursi yang diperebutkan dalam pemilihan. Sementara itu, 15 kursi dialokasikan khusus untuk etnis tertentu, yakni tiga kursi untuk etnis China, tiga kursi untuk etnis Arab, tiga kursi untuk etnis Eropa, dan 15 kursi untuk Irian Barat.
Selain itu, terdapat 520 kursi di Majelis Konstituante. Jumlah itu dua kali lebih banyak dari kursi DPR.
Pemerintah Orde Lama juga menunjuk 14 anggota untuk mewakili kelompok minoritas.
Ada dua tahap dalam Pemilu 1955. Tahap pertama digelar untuk memilih anggota DPR, pada 29 September 1955.
Sebanyak 29 individu dan kelompok politik berpartisipasi dalam babak penyisihan ini.
Sementara itu, tahap kedua adalah Ppmungutan suara untuk memilih anggota Konstituante (badan yang bertanggung jawab untuk menyusun konstitusi) pada 15 Desember 1955.
Baca juga: Sejarah Pengawasan Pemilu di Indonesia
Pada Pemilu 1955, lima partai politik yang memperoleh suara terbanyak adalah sebagai berikut:
Sementara itu, partai lainnya hanya mendapatkan suara di bawah 10 kursi, yaitu Partai Katolik (6 kursi), Partai Sosialis Indonesia (5 kursi), PSII (8 kursi), dan Parkindo (8 kursi).
Selanjutnya, IPKI dan Perti masing-masing mendapatkan empat kursi.
Enam partai mendapat dua kursi, yaitu PRN, Partai Buruh, GPPS, PRI, PPPRI, dan Partai Murba.
Adapun R. Soedjono Prawirosoedarso, ACOMA, Baperki, Grinda, Permai, Partai Persatuan Dayak, PPTI, AKUI, PRD, dan PIR Hazairin, masing-masing mendapat satu kursi.
Baca juga: Mengapa PKI Dipercaya sebagai Dalang G30S?
Dalam demokrasi, pemungutan suara adalah sarana bagi warga negara untuk menegaskan hak mereka dalam menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia yang majemuk menjunjung tinggi demokrasi, ditunjukkan lewat Pemilu 1955 dengan indikator berikut ini:
Referensi: