Dalam langkah demokratisasi dan modernisasi Turkiye dan Indonesia tampaknya searah. Setelah merdeka dari Belanda dan Jepang, bangsa kita mengambil bentuk republik modern, tidak lagi bercita-cita kembali ke sistem kerajaan dan dinasti lama.
Turkiye meninggalkan sistem kekhalifahan atau kesultanan Turki Utsmani, Indonesia juga meninggalkan sistem kuno kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam.
Kedua bangsa memilih bentuk demokrasi dengan sistem dan hukum modern. Keduanya tidak kembali menjadi negara agama atau Islam.
Keduanya menggunakan prosedur Pemilu untuk menentukan pemimpin eksekutif dan legislatif. Hukum juga diberlakukan secara positif, bukan adat, tradisional, dan bukan hukum agama.
Sriwijaya, Mahapahit, Pasai, Ternate, Demak, Mataram tidak dihadirkan lagi di Nusantara modern.
Kenyataannya, ketika negeri ini merdeka, tidak ada data-data arkeologi, manuskrip, dan catatan-catatan yang lengkap untuk panduan pendirian dan pelaksanaan negara kerajaan tradisional.
Studi cendikiawan Belanda dan Indonesia pada abad dua puluh saat merdeka terlalu sedikit untuk mengungkap sistem dan kehidupan pada masa kerajaan sebelum kolonialisme Belanda. Modal masa lalu negeri kepulauan ini tidak mencolok dan terlalu jelas.
Sedangkan di Turkiye berbeda. Turki Utsmani meninggalkan banyak catatan baik administrasi, birokrasi, kemajuan pengetahuan, perang, dan arsitektur kokoh berdiri di mana-mana.
Ingatan orang-orang Republik Turkiye sangat segar tentang kemunduran dan kejatuhan Turki Utsmani yang tidak mampu menjawab zaman.
Indonesia mengingat masa lalu dengan susah payah, tertumpuk kolonialisasi Belanda dan Jepang.
Warisan-warisan dari kerajaan-kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam di Indonesia sudah hilang lama. Warisan Turki Utsmani terus hidup dalam masyarakat Turkiye modern. Itulah beda dua negara modern ini.
Perbedaan dua ideologi di Turikiye adalah polarisasi jelas, karena menyikapi masa lalu untuk idealisme masa kini.
Lain halnya di Indonesia, yang menunjukkan sikap lunak di antara perbedaan, saling merapat, dan berganti koalisi.
Di Turkiye posisi antardua kutub yang beda itu tegas. Satu sisi kaum nasionalis, sekularis, dan berorientasi ke Barat ingin kembali ke ruh Mustafa Kemal Ataturk: sekularisasi, modernitas, reformasi, dan inovasi. Di situlah dikembalikannya Turkiye modern.
Seperti Indonesia kembali pada ruh perjuangan 1945, di mana Sukarno, Hatta dan kawan-kawan mendeklarasikan proklamasi.