Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dua Ideologi Kontras di Turkiye, Indonesia Kompromis

Bukan negara agama keduanya, tegasnya. Keduanya sepakat dengan sistem demokrasi, modernisasi, dan pemisahan urusan negara dan urusan agama.

Namun, perkembangan di Turkiye tampak kontras dengan yang terjadi di Indonesia. Dua ideologi besar, pertama nasionalis-sekularis dan kedua islamis-nasionalis sangat jelas, yang menjadi identitas dan pembeda dua kelompok dalam sosial dan politik di Turkiye.

Mungkin letak geografis Turkiye yang menempel Eropa, sehingga mental dan pandangannya dekat dengan sejarah dan pergolakan Eropa. Watak kejelasan, pilihan tegas, rasionalitas, dan individualnya terasa di negara itu.

Sementara Indonesia jauh di Asia Tenggara. Kepulauan Nusantara yang unik dan terpisah dari benua Asia menjadikannya laboratorium menarik.

Kompromi antarideologi, gerakan, dan pandangan hidup cair di Indonesia. Tidak ada kontras dan tidak ada harga mati di sini.

Masyarakat Turkiye jelas pilihan dan ketaatan atas ideologi pada dataran elite dan rakyat. Pilihan antara sekularis atau Islamis tegas. Walaupun keduanya bertemu di rasa nasionalis untuk membangun negara. Indonesia tidak demikian adanya.

Sejak awal gerakan sekularisasi di Turkiye, tegas dan berani. Pembubaran khilafah Utsmani adalah langkah radikal. Sekularisasi Mustafa Kemal Ataturk adalah langkah pertama di dunia Muslim. Modernisasi tanpa kompromi di Turkiye.

Sekian lama kelompok sekularis mendominasi, baru dua dekade terakhir kelompok Islamis-nasionalis mengambil alih dalam politik.

Dulu, penggunaan agama dan simbol-simbolnya dilarang di publik. Jilbab dulu dilarang ketat. Kini di ruang umum dan resmi banyak perempuan berjilbab trendi. Indonesia tidak pernah benar-benar anti-jilbab secara nasional dan dalam waktu lama.

Bangsa Indonesia tidak setegas dan sekontras itu. Ideologi kita lebih cair, mengalir, dan bisa berubah setiap saat, jika diperlukan.

Nasionalis, sosialis, islamis, dan pluralis sengaja sering disatukan dan bertemu sejak awal. Persatuan dan perseteruan dinamis sifatnya, tidak semata-mata ideologi.

Kelompok ideologis yang berbeda bisa bergandengan, sementara yang sama memilih jalur aspirasi sosial dan politik berbeda.

Perpisahan terjadi bukan karena perbedaan pandangan atau prinsip, tetapi bertemunya maksud dan tujuan yang searah.

Ideologi tidak statis di Indonesia. Di Turkiye seperti harga mati. Ideologi beda tidak menghalangi berkerumun di kita dan bukan hambatan dalam satu barisan. Sepertinya, tidak di Turkiye.

Dalam langkah demokratisasi dan modernisasi Turkiye dan Indonesia tampaknya searah. Setelah merdeka dari Belanda dan Jepang, bangsa kita mengambil bentuk republik modern, tidak lagi bercita-cita kembali ke sistem kerajaan dan dinasti lama.

Turkiye meninggalkan sistem kekhalifahan atau kesultanan Turki Utsmani, Indonesia juga meninggalkan sistem kuno kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam.

Kedua bangsa memilih bentuk demokrasi dengan sistem dan hukum modern. Keduanya tidak kembali menjadi negara agama atau Islam.

Keduanya menggunakan prosedur Pemilu untuk menentukan pemimpin eksekutif dan legislatif. Hukum juga diberlakukan secara positif, bukan adat, tradisional, dan bukan hukum agama.

Sriwijaya, Mahapahit, Pasai, Ternate, Demak, Mataram tidak dihadirkan lagi di Nusantara modern.

Kenyataannya, ketika negeri ini merdeka, tidak ada data-data arkeologi, manuskrip, dan catatan-catatan yang lengkap untuk panduan pendirian dan pelaksanaan negara kerajaan tradisional.

Studi cendikiawan Belanda dan Indonesia pada abad dua puluh saat merdeka terlalu sedikit untuk mengungkap sistem dan kehidupan pada masa kerajaan sebelum kolonialisme Belanda. Modal masa lalu negeri kepulauan ini tidak mencolok dan terlalu jelas.

Sedangkan di Turkiye berbeda. Turki Utsmani meninggalkan banyak catatan baik administrasi, birokrasi, kemajuan pengetahuan, perang, dan arsitektur kokoh berdiri di mana-mana.

Ingatan orang-orang Republik Turkiye sangat segar tentang kemunduran dan kejatuhan Turki Utsmani yang tidak mampu menjawab zaman.

Indonesia mengingat masa lalu dengan susah payah, tertumpuk kolonialisasi Belanda dan Jepang.

Warisan-warisan dari kerajaan-kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam di Indonesia sudah hilang lama. Warisan Turki Utsmani terus hidup dalam masyarakat Turkiye modern. Itulah beda dua negara modern ini.

Perbedaan dua ideologi di Turikiye adalah polarisasi jelas, karena menyikapi masa lalu untuk idealisme masa kini.

Lain halnya di Indonesia, yang menunjukkan sikap lunak di antara perbedaan, saling merapat, dan berganti koalisi.

Di Turkiye posisi antardua kutub yang beda itu tegas. Satu sisi kaum nasionalis, sekularis, dan berorientasi ke Barat ingin kembali ke ruh Mustafa Kemal Ataturk: sekularisasi, modernitas, reformasi, dan inovasi. Di situlah dikembalikannya Turkiye modern.

Seperti Indonesia kembali pada ruh perjuangan 1945, di mana Sukarno, Hatta dan kawan-kawan mendeklarasikan proklamasi.

Namun, kelompok sekularis ini sedang kalah popularitasnya di masyarakat Turkiye saat ini.

Kelompok islamis-nasionalis yang saat ini memerintah tentu ingin mengingat kebesaran Turki Utsmani, yang juga identitas dan sentimen Islam ada di situ.

Itulah partai AKP di bawah Recep Tayyib Erdogan, yang baru saja menang pemilihan presiden periode kedua tahun ini, mengalahkan Kemal Kilicdaroglu pemimpin partai republic sekularis CHP.

Erdogan memperoleh kemenangan tipis 52 persen pada putaran kedua, sementara Kilicdaroglu 47 persen.

Dua ideologi yang kontras di Turkiye: sekuler nasionalis dan islamis nasionalis. Tidak ada alternatif ketiga atau kompromi antara keduanya, terlepas dari isu aktual dalam inflasi, kebijakan pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Turkiye dan Indonesia berbeda.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/02/150906279/dua-ideologi-kontras-di-turkiye-indonesia-kompromis

Terkini Lainnya

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Stori
7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

Stori
Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke