Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Berharap Cemas dari Punokawan

Kompas.com - 24/11/2023, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yudhistria, yang bijak dan elegan, tertua dan duduk di tahta. Banyak yang menjadikan dirinya seperti Bima, gagah tanpa kenal takut.

Tokoh Nakula dan Sadewa dianggap simbol kepahlawanan dan kesetiaan. Itu angan ideal, bukan kenyataan.

Pandawa seringkali tidak nyata dan kurang jujur dalam penggambaran, terutama kalau dikaitkan dengan diri pencerita. Lima tokoh itu terlalu sempurna.

Para satria selalu tampil diatur sesuai suasana, kalem, menawan, murah senyum, penuh dengan pencitraan.

Para penonton tidak tahu pasti, jangan-jangan itu hanyalah tampilan luar. Di dalamnya, dan bagaimana akhirnya nanti, apakah tetap sederhana dan jujur, tidak tahu.

Para satria di sisi Kurawa, digambarkan berangasan, kejam, grusa-grusu, licik, dan selalu menertawakan Pandawa.

Kurawa sering dijadikan musuh dan dinisbatkan pada musuh-musuh yang menceritakan kembali epik Mahabarata.

Dalam teori drama tragedi Yunani kuno, memang perlu ada pelampiasan sifat-sifat jahat dalam panggung, supaya puas dan ada chanel-nya tidak terpendam dalam jiwa.

Namun, kejahatan yang sesungguhnya dalam hidup, bisa tidak nyata, dinamis, tidak sederhana, berganti-ganti, dan tidak ajeg. Kejahatan tidaklah monoton milik tokoh tertentu.

Satu tokoh kadang bisa antagonis, waktu yang lain bisa protagonis. Kita sendiri bisa jadi jahat, bisa jadi baik tinggal di mata siapa. Dan bahkan dalam sehari kita bisa berganti watak dan karakter, dari jahat ke baik atau sebaliknya.

Dalam tradisi pementasan Mahabarata di Nusantara, tokoh Punokawan menjadi jembatan antara yang nyata dan fiktif. Punokawan kadang jauh lebih serius dan lebih riil menggambarkan kehidupan sehari-hari.

Faktanya, Semar menasihati para satria. Bagong menertawakan Arjuna. Gareng meledek Bima. Petruk bisa menjadi Raja Astina, walau sesaat. Semar tetap menjadi penasihat.

Kisah pertarungan Pandawa dan Kurawa membutuhkan jembatan kenyataan, karena pertempuran keduanya tidak di alam nyata. Di alam nyata adalah punokawan.

Punokawan adalah penyeimbang, yang menertawai mereka. Punokawan momong dan menghibur para satria.

Arjuna saat bertapa atau diajak adu kesaktian dengan raksasa Cakil, empat punokawan menemaninya. Saat Bima ke laut dan gunung, Punokawan menasihatinya. Saat Nakulo dan Sadewo berselisih, Semar menengahinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com