Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berharap Cemas dari Punokawan

Kisah aslinya menceritakan perseteruan antara Kurawa dan Pandawa, seratus bersaudara yang arogan menindas lima saudara yang sederhana dan penuh penderitaan. Drama, tragedi, dan kisah pilu dalam politik, sosial, dan agama dalam buku tebal.

Kisah itu sangat pas dan enak dibaca ulang di negeri kepulauan ini. Punokawan adalah bumbunya. Dengan hadirnya Punokawan, Mahabarata jauh lebih hidup.

Yang tertinggi adalah Petruk, dengan rambut kuncir, kakinya panjang, jalannya gontai. Petruk tidak lucu, selorohnya serius. Kadang bijak, sering diam, memendam ambisi yang mengejutkan.

Tokoh Punokawan kedua adalah Gareng. Dia agak sedikit pendek, walau masih kurus. Gareng dijadikan bahan tertawaan oleh saudaranya Petruk dan Bagong. Walaupun dia anak pertama.

Anak kedua Petruk tampaknya lebih mempunyai otoritas persaudaraan di antara ketiganya, walaupun Petruk juga sering bertingkah aneh dan lucu.

Bagong paling pendek, gemuk, banyak tidak pahamnya. Dia termuda tampaknya, tapi juga paling lugu. Karena sering tidak paham persoalan yang dihadapinya, hidupnya lebih tenang.

Lebih baik tidak paham memang, daripada tahu seluk beluk persoalan tapi selalu kalah, atau tidak bisa memecahkan ataupun mencari solusi.

Ketidakpahaman sering menyelamatkan dan menenangkan jiwa. Paham persoalan malah sering membuat gelisah dan gusar. Bagong beruntung tidak tahun menahu musibah yang sesungguhnya. Aman.

Sang Ayah Semar yang gemuk, bundar, suara serak dan dalam, seringkali kata-kata bijak keluar dari mulutnya.

Semar banyak menjadi simbol spiritual kelompok-kelompok keagamaan di Jawa. Semar selalu momong yang lain, bahkan para satria Pandawa, tetapi tetap bergaya rakyat biasa.

Semar konon turun langsung dari kahyangan, alam para dewa. Semar sering dianggap jelmaan dari salah satu dewa yang turun menjadi manusia. Para Betara dan Dewa hormat pada Semar.

Punokawan ini diceritakan berkali-kali dalam tradisi wayang Nusantara. Setiap dalang mempunyai kisah lain. Lelucon yang dibuat juga berbeda-beda. Guyonan itu disebut goro-goro, guyonan menyentil masalah.

Namun justru cerita goro-goro tentang empat orang ini, Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong jauh lebih menyentuh kenyataan daripada kisah para satria Pandawa dan Kurawa.

Kisah Pandawa sering dijadikan pelampiasan para tokoh kita untuk menjadikan dirinya bak Arjuna, sang pemanah ganteng, memesona dan banyak menggaet lawan jenis.

Yudhistria, yang bijak dan elegan, tertua dan duduk di tahta. Banyak yang menjadikan dirinya seperti Bima, gagah tanpa kenal takut.

Tokoh Nakula dan Sadewa dianggap simbol kepahlawanan dan kesetiaan. Itu angan ideal, bukan kenyataan.

Pandawa seringkali tidak nyata dan kurang jujur dalam penggambaran, terutama kalau dikaitkan dengan diri pencerita. Lima tokoh itu terlalu sempurna.

Para satria selalu tampil diatur sesuai suasana, kalem, menawan, murah senyum, penuh dengan pencitraan.

Para penonton tidak tahu pasti, jangan-jangan itu hanyalah tampilan luar. Di dalamnya, dan bagaimana akhirnya nanti, apakah tetap sederhana dan jujur, tidak tahu.

Para satria di sisi Kurawa, digambarkan berangasan, kejam, grusa-grusu, licik, dan selalu menertawakan Pandawa.

Kurawa sering dijadikan musuh dan dinisbatkan pada musuh-musuh yang menceritakan kembali epik Mahabarata.

Dalam teori drama tragedi Yunani kuno, memang perlu ada pelampiasan sifat-sifat jahat dalam panggung, supaya puas dan ada chanel-nya tidak terpendam dalam jiwa.

Namun, kejahatan yang sesungguhnya dalam hidup, bisa tidak nyata, dinamis, tidak sederhana, berganti-ganti, dan tidak ajeg. Kejahatan tidaklah monoton milik tokoh tertentu.

Satu tokoh kadang bisa antagonis, waktu yang lain bisa protagonis. Kita sendiri bisa jadi jahat, bisa jadi baik tinggal di mata siapa. Dan bahkan dalam sehari kita bisa berganti watak dan karakter, dari jahat ke baik atau sebaliknya.

Dalam tradisi pementasan Mahabarata di Nusantara, tokoh Punokawan menjadi jembatan antara yang nyata dan fiktif. Punokawan kadang jauh lebih serius dan lebih riil menggambarkan kehidupan sehari-hari.

Faktanya, Semar menasihati para satria. Bagong menertawakan Arjuna. Gareng meledek Bima. Petruk bisa menjadi Raja Astina, walau sesaat. Semar tetap menjadi penasihat.

Kisah pertarungan Pandawa dan Kurawa membutuhkan jembatan kenyataan, karena pertempuran keduanya tidak di alam nyata. Di alam nyata adalah punokawan.

Punokawan adalah penyeimbang, yang menertawai mereka. Punokawan momong dan menghibur para satria.

Arjuna saat bertapa atau diajak adu kesaktian dengan raksasa Cakil, empat punokawan menemaninya. Saat Bima ke laut dan gunung, Punokawan menasihatinya. Saat Nakulo dan Sadewo berselisih, Semar menengahinya.

Punokawan dalam cerita Mahabarata versi Nusantara adalah penyeimbang alam. Dalam hidup yang sesungguhnya orang-orang negeri kepulauan itu membutuhkan model Punokawan, tidak melulu para satria, pemimpin formal.

Para Punokawan justru sering menunjukkan sifat bijak, momong, memahami, meladeni, dan menuntun para satria.

Bahkan yang terpenting adalah menghibur semua penonton karena tingkah lucu Bagong yang sering tidak paham, Petruk yang ambisius, Gareng yang pincang, dan Semar yang kegemukan.

Kisah Nusantara yang sesungguhnya tidak lepas dari kisah Mahabarata. Para satria memang menjadi raja, hulubalang, panglima, patih, adipati, dan jabatan-jabatan formal lainnya.

Namun, kebijakan para Punokawan menjadi penyeimbang alam kepulauan ini. Selalu saja ada Punokawan yang menghibur, memberi wawasan berbeda, dan menerangkan yang gelap.

Harapan kita adalah punokawan yang hadir dan menghibur kita semua. Paling tidak, kita bisa tertawa menertawai diri sendiri dan terhibur.

Semar, Gareng, Petruk, Bagong tampillah, hiburlah kita. Beri kita air panas untuk kopi, teh, wedang jahe, wedang uwuh, bir plethok, untuk melek nonton banyak pertandingan. Kehadiran Punokawan diharap-harapkan dengan cemas.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/24/081428479/berharap-cemas-dari-punokawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke